Sukabumi, Jawa Barat muhsin@administrasipublik.com muhsin.alhasan

cinta indonesia, blog politik, share dan diskusi politik negeri, perkembangan politik, kebijakan politik, kebijakan ekonomi mikro dan makro, kebijakan pendidikan, peraturan terbaru, harga sembako, harga bbm, partai politik, pemilu tahun 2024, komisi pemilihan umum, bawaslu, disentralisasi, geopolitik

Monday, September 29, 2014

Reformasi teknologi pelayanan publik pemerintah

Pada postingan sebelumnya kita telah membahas sedikit mengenai administrasi publik. Dimana kesimpulan yang dapat diambil diantaranya adalah efisiensi dan efekitivity agar proses pelayanan terhadap masyarakat lebih mudah, dengan akselerasi yang cepat.Tentunya proses untuk semua itu memerlukan dukungan sumber daya yang dibutuhkan untuk pencapaiannya.
e-adm

Dan peran SDM yang berkualitas serta benar, tentunya menjadi tolak ukur dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dan merakyat. Memang ini lah tujuan dasar pemerintah yang katanya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Akan tetapi seringkali kita disuguhkan dengan berbagai persyaratan yang notabene lebih cenderung mempersulit pelayanan itu sendiri. Seperti pelayanan KTP, NPWP pajak, dan sebagainya. Sekalipun dalam kenyataannya tuntutan akan kewajiban yang diembankan terhadap kita (warga negara) mau tidak mau wajib, prosedurnya begini,datang lah ke kantor pelayanan, dan jika tidak??..sanksi menunggu mu,,,heheheh

Dilatarbelakangi masalah ini,maka judul postingan kali ini adalah e-gove dan e-adm. Dimana "E" disini adalah elektronik dalam government dan adminitrasi. Singkatnya Elektronik dalam administrasi pemerintahan. Sekali lagi, tujuannya adalah efisiensi pelayanan.Adapun masalahnya dalam implementasi pelayanan tersebut, tentunya lain lagi ceritanya. Menurut Caldow (indrajit dalam Akadun 2009,131) bahwa "E-government adalah pemanfaatan teknologi informasi sebagai fasilitas dan komunikasi (TIK) guna pelaksanaan pemerintah yang efisien dan murah,dengan meningkatkan pelayanan masyarakat dengan cara menyediakan sarana publik sehingga mudah mendapatkan informasi,dan menciptakan pemerintahan yang baik." 

Dalam hal ini Tjahjanto(2002) menyatakan bahwa manfaat terpenting dari implementasi e-government adalah terwujudnya pemerintahan yang lebih bertanggung jawab (accountable) bagi warganya.Lebih lanjut, mengenai manfaat dari teknologi informasi berdasarkan karakteristik yang digunakan dalam e-government,Dr Akadun (2009,137) menyimpulkan bahwa teknologi informasi memiliki beberapa manfaat,antara lain : 
  1. Akan tercipta pemerintahan yang lebih baik,karena proses pelayanan yang lebih trasnparan,terjadi control masyarakat yang lebih kuat,dan pengawasan yang bersifat lekat waktu (realtime) Berkurangnya praktek-praktek korupsi, karena komputer tidak memiliki sifat bawaan perilaku yang korup. 
  2. Tata hubungan yang lebih ramping untuk terlaksananya pemerintah yang lebih baik.
  3. Peningkatan efisiensi pemerintah di semua proses untuk menghadapi pemborosan belanja sektor publik atau inefisiensi dalam berbagai proses.
  4. Akan terjadi efisisensi dalam skala ruang dan waktu. 
  5. Struktur dan organisasi informasi yang tersistematisasi. 
Peningkatan manajemen dari sumber daya baik dari sisi peningkatan bidang kendali (span of control) maupun sumber daya organisasinya. Dengan demikian, antara manfaat dan fungsi dari teknologi informasi dalam ruang e-administrasi maupun e-government tujuan dasarnya adalah pada sektor pemerintahan dengan munculnya berbagai prakarsa yang transparan ke arah perbaikan akses kompetisi global dan perbaikan kesejahteraan hidup secara lebih cepat, efisien, dan dapat diandalkan.Dan kunci untuk pemenuhan tujuan tersebut sebenarnya terletak pada adanya arahan leadership dan strategi pemilihan teknologi yang tepat.


konsep sistem informasi manajemen menurut ahli

A. Pendahuluan

Perkembangan Sistem Informasi telah menyebabkan terjadinya perubahan yang cukup signifikan dalam pola pengambilan keputusan yang dilakukan oleh manajemen baik pada tingkat operasional (pelaksana teknis) maupun pimpinan pada semua jenjang.

Dan pengambilan keputusan itu didukung oleh proses pelayanan prima dengan pengolahan data yang baik. Perkembangan ini juga telah menyebabkan perubahan-perubahan peran dari para manajer dalam pengambilan keputusan, mereka dituntut untuk selalu dapat memperoleh informasi yang paling akurat dan terkini yang dapat digunakannya dalam proses pengambilan keputusan para manajer di berbagai organisasi juga diharapkan dapat dengan lebih mudah untuk menganalisis kinerjanya secara konstan dan konsisten dengan pemanfaatan teknologi informasi yang tersedia.Sehingga akhir dari sebuah pelayanan administrasi menjadi terpercaya oleh masyarakat sebagai konsumen.

B. Pengertian sistem 

Berbicara tentang sistem informasi, penulis mendahulukan apa yang di maksud dengan sistem menurut para ahli:
1. Pengertian Sistem
a. Pamudji : “Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks atau terorganisir, suatu himpunan atau perpaduan hal-hal atau bagian-bagian yang membentuk suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks atau utuh”.
b. Prajudi : “Sistem adalah suatu jaringan dari prosedur-prosedur yang berhubungan satu sama lain menurut skema atau pola yang bulat untuk menggerakkan suatu fungsi yang utama dari suatu usaha atau urusan”
c. Sumantri: “sistem adalah sekelompok bagian-bagian yang bekerja bersama-sama untuk melakukan suatu maksud,apabila salah satu bagian rusak atau tidak dapat menjalankan tugasnya maka maksud yang hendak dicapai tidak akan terpenuhi atau setidak-tidaknya sistem yang sudah terwujud akan mendapat gangguan” 

Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa sistem adalah satu kesatuan yang utuh dari suatu rangkaian yang saling terkait satu sama lain.Bagian atau anak cabang dari suatu sistem,menjadi induk dari rangkaian selanjutnya.Seperti halnya organisasi dan pemerintahan yang merupakan sistem, dan sub sistemnya adalah bagian-bagian dari organisasi dan pemerintahan tersebut.Tatkala berbicara tentang sistem organisasi, maka bagian-bagian dari sistem yang ada di dalamnya adalah:sistem administrasi,sistem kepemimpinan, sistem manajemen, birokrasi, pelayanan, dan sistem keuangan dan sebagainya. Sistem secara umum terdiri dari sistem terbuka dan sistem tertutup (open-loop and closed-loop system).

Dalam hal ini Raymond McLeod, Jr menjelaskan yang dimaksud dengan sistem terbuka adalah “sistem yang tidak memiliki sasaran, pengendalian mekanis, dan umpan balik.Sedangkan sistem yang tertutup, yaitu sebuah sistem yang memiliki sasaran, pengendalian mekanis, dan umpan balik”

Dari kedua jenis sistem tersebut dapat dibedakan secara jelas antara sasaran, kontrol mekanis, maupun umpan balik yang ada pada keduanya.Dan perbedaan yang paling mendasar antara keduanya adalah adanya kontradiksi dari masing-masing sistem.Sebuah sistem dikatakan terbuka jika input langsung ke proses transformasi menuju output.Sedangkan sistem tertutup memiliki sasaran yang jelas.

C. Pengertian informasi
Pengertian informasi; itu sendiri mengandung arti suatu data yang telah diolah ke dalam suatu bentuk yang lebih memiliki arti dan dapat digunakan untuk pengambilan keputusan. Sehubungan dengan hal ini Davis (anwar, 2004:28) mengatakan “Informasi adalah data yang telah diolah menjadi sebuah bentuk yang berarti bagi penerima dan bermanfaat bagi dalam pengambilan keputusan saat ini atau mendatang”. Dengan kata lain, Informasi mengandung tiga struktur, yaitu adanya pengolahan data, harus memiliki arti bagi penerima, dan tujuannya adalah pengambilan keputusan yang bermanfaat saat ini atau mendatang.

Lebih lanjut menurut Budi Sutedjo “informasi merupakan hasil pemerosesan data yang telah diperoleh dari setiap elemen sistem tersebut menjadi bentuk yang mudah dipahami dan merupakan pengetahuan yang relevan dan dibutuhkan dalam pemahaman fakta-fakta yang ada”. Artinya informasi merupakan suatu kumpulan data yang telah diolah, baik bersifat kualitatif maupun kuantitatif dan memiliki arti luas, akan tetapi mudah di pahami.

Untuk pengolahan informasi yang baik dalam arti berkualitas dibutuhkan syarat-syarat yang harus dijadikan tolak ukur untuk pengolahan data yang dapat dipertanggungjawabkan. Terkait dengan hal ini O’Brian (Anwar, 2004: 34-35) menyatakan informasi yang baik dan berkualitas harus memenuhi syarat-syarat, antara lain:
a.Dimensi waktu yang meliputi aspek tepat waktu (timeliness) yakni informasi harus tersedia ketika dibutuhkan; aktualitas (currency) yakni informasi harus up to date ketika dibutuhkan; frekuency(frequency) yakni informasi harus tersedia ketika sering dibutuhkan; periode waktu-(time periode) yakni informasi yang disediakan harus meliputi periode masa lalu, kini dan akan datang. b.Dimensi konteks yakni meliputi aspek akurasi(accuracy) yakni informasi harus bebas dari kesalahan; relevansi (relevance) yakni informasi harus berhubungan dengan kebutuhan spesifik dari penerima tertentu untuk situasi tertentu; kelengkapan (completeness) yakni semua informasi yang dibutuhkan harus tersedia; ringkas dan padat(conciseness) yakni informasi bisa memiliki lingkup yang luas atau sempit atau fokusnya internal atau eksternal; dan penampilan kinerja (performance) yakni informasi dapat menyatakan kinerja dengan mengukur aktifitas-aktifitas yang telah dicapai,kemajuan-kemajuan yang telah dibuat atau sumber-sumber daya yang telah dikumpulkan.
c.Dimensi bentuk meliputi aspek kejelasan (clarity) yakni informasi harus diberikan dalam bentuk yang mudah dimengerti; rinci (detail) yakni informasi harus diberikan rinci dalam bentuk yang telah ditentukan; penyajian (presentation) yakni informasi harus disajikan dalam bentuk naratif, numeric, grafis, atau bentuk yang lainnya. Dan sarana (media) yakni informasi harus disediakan dalam bentuk dokumen kertas yang tercetak, tampilan video atau media lainnya.

Terkait dengan persyaratan di atas, berarti informasi yang baik harus dalam bentuk yang jelas sehingga dapat di terima dan dipertanggungjawabkan,selain kelengkapan data-data juga berdasarkan ketepatan waktu dengan penyajian yang mudah di mengerti oleh komunikan. Dengan demikian data yang baik harus memenuhi kriteria ketepatan waktu, konteks yang lengkap menggambarkan kinerja yang berorientasi pada kejelasan dan pengembangan sumber daya.

C.Pengertian Sistem Informasi

Pengertian sistem informasi Menurut John F. Nash (1995:8) yang diterjemahkan oleh La Midjan dan Azhar Susanto, menyatakan bahwa Sistem Informasi adalah: Sistem Informasi adalah kombinasi dari manusia, fasilitas atau alat teknologi, media, prosedur dan pengendalian yang bermaksud menata jaringan komunikasi yang penting, proses atas transaksi-transaksi tertentu dan rutin, membantu manajemen dan pemakai intern dan ekstern dan menyediakan dasar pengambilan keputusan yang tepat.

Sedangkan menurut Henry Lucas (1988:35) yang diterjemahkan oleh Jugianto H.M, menyatakan bahwa sistem Informasi adalah : Sistem Informasi adalah suatu kegiatan dari prosedur-prosedur yang diorganisasikan, bilamana dieksekusi akan menyediakan informasi untuk mendukung pengambilan keputusan dan pengendalian di dalam organisasi.Menurut John F.Nash dan Martil B.Robert (1988:35) yang diterjemahkan oleh Jugianto H.M, menyatakan bahwa; Sistem Informasi adalah kombinasi dari orang-orang,fasilitas, teknologi, media, prosedur-prosedur dan pengendalian yang ditujukan untuk mendapatkan jalur komunikasi penting, memproses tipe transaksi rutin tertentu, memberi sinyal kepada manajemen yang lainnya terhadap kejadian-kejadian internal.

Dari beberapa pengertian yang telah dikutip diatas, sistem informasi menyiratkan bahwa fungsi utamanya adalah menyediakan informasi sebagai penunjang yang membantu proses perencanaan, pengendalian serta transaksi manajemen. Dengan demikian, maka segala bentuk proses pekerjaan rutin maupun transaksi manajemen tertata dengan rapi.

Dari perspektif manajemen,sistem informasi menjadi sebuah istilah yang menyatu yang lebih di kenal dengan Sistem Informasi Manajemen (SIM).SIM merupakan bagian dari sub-sistem dari sistem informasi.

sumber:  http://aaahq.org
Barry E.Cushing (1982) memberikan batasan Sistem Informasi Manajemen sebagai: “Suatu kumpulan manusia dan sumber daya modal di dalam suatu organisasi yang bertanggung jawab untuk pengumpulan dan pengolahan data guna menghasilkan informasi yang berguna bagi setiap hierarki manajemen dalam perencanaan dan pengendalian aktifitas organisasi”. Sementara Robert W.Holmes (dalam Eti Rochaety, 2010:12) “SIM adalah sistem yang dirancang untuk menyajikan informasi pilihan yang berorientasi kepada keputusan yang diperlukan oleh manajemen guna merencanakan, mengawasi, dan menilai aktivitas organisasi yang dirancang dalam kerangka kerja yang menitikberatkan pada perencanaan keuntungan, perencanaan penampilan, dan pengawasan pada semua tahap”. Sedangkan Soetdjo Moeljodihardjo (dalam Eti Rochaety, 2010:12) “SIM yaitu suatu metode yang menghasilkan informasi yang tepat waktu (timely) bagi manajemen tentang lingkungan eksternal dan operasi internal sebuah organisasi, dengan tujuan untuk menunjang pengambilan keputusan dalam rangka memperbaiki perencanaan dan pengendalian”.

Berdasarkan batasan diatas, dapat disimpulkan bahwa Sistem Informasi Manajemen adalah sistem yang didesain untuk kebutuhan manajemen dalam upaya mendukung fungsi-fungsi dan aktivitas manajemen pada suatu organisasi. Maksud dilaksanakannya Sistem Informasi Manajemen adalah sebagai pendukung kegiatan fungsi manajemen seperti planning, organizing, staffing,directing, evaluating, coordinating, dan budgeting dalam rangka menunjang tercapainya sasaran dan tujuan fungsi-fungsi operasional dalam organisasi.

Pada dasarnya Sistem Informasi Manajemen mempunyai dua sisi atau aspek, yang mana kedua aspek tersebut tujuannya sama dalam hal pengolahan data untuk kelancaran suatu kegiatan maupun pengambilan keputusan.Hal yang sesuai dengan pernyataan ini adalah seperti yang dikutip dari Ibnu Syamsi (2007:109) yang menjelaskan bahwa SIM mempunyai dua aspek, yaitu aspek formal dan aspek informal. a) Aspek formal: yakni sisi dimana pengumpulan data melalui jalur formal.pengolahan datanya saat ini sudah banyak menggunakan komputer. b) Aspek informal: sisi informal ini secara tidak langsung berada dibawah pengendalian pimpinan atau pejabat yang diserahtugasi itu. Dari dua aspek yang telah disebutkan di atas menjelaskan bahwa Sistem informasi manajemen merupakan jalur untuk proses pengolahan data secara langsung maupun tidak langsung, baik itu dengan pengendalian atau pengolahan data dengan jalur komputerisasi. Inti dari kedua aspek ini adalah perolehan informasi melalui cara pengolahannya dengan komputer atau media lainnya atau langsung dari kelompok-kelompok sosial maupun pribadi-pribadi.

Salah satu fungsi dari Sistem Informasi Manajemen adalah perolehan data yang baik.Data sendiri merupakan fakta-fakta yang mewakili suatu keadaan, kondisi, atau peristiwa yang terjadi atau ada di dalam atau di lingkungan fisik organisasi. Data tidak dapat langsung digunakan untuk pengambilan keputusan, melainkan harus di teliti dahulu kemudian digunakan dalam pengambilan keputusan.Terkait dengan perolehan data yang baik dalam implementasi Sistem Informasi Manajemen,Davis (dalam Anwar,2004:26) mengatakan: “SIM nantinya dapat menjawab kebutuhan tentang data yang baik.Data adalah kelompok teratur simbol-simbol yang memiliki kualitas,tindakan, benda, dan sebagainya.Data terbentuk dari karakter yang dapat berupa alfabet, angka, maupun simbol-simbol khusus”.

Dengan demikian, Sistem Informasi Manajemen merupakan pendukung dari operasional pengumpulan data yang dibutuhkan oleh organisasi, tentunya proses dan efek dari sebuah data tersebut harus dapat dipercaya kebenarannya dan ditampilkan secara utuh. Data yang baik menurut Suradinata (Anwar, 2004:27) adalah:
  1. Reliable: dapat dipercaya kebenarannya, dimana metode pengumpulan data harus baik dan menggunakan metode ilmiah sedangkan pengolahannya harus dengan ketelitian yang tinggi.
  2. Up to date: data disiapkan tepat waktunya dan jangan sampai mengalami keterlambatan. Seringkali data yang out of date tidak mempunyai arti sama sekali.
  3. Comprehensif: menggambarkan keseluruhan persoalan.Data yang ditampilkan secara utuh dan jangan ditampilkan secara parsial.

Beberapa studi sistem informasi menyangkut operasi yang dilaksanakan atas data, tujuannya adalah agar dapat menimbulkan informasi yang relevan.Metode yang bermanfaat dalam klasifikasi operasional tersebut adalah konsepsi siklus pengolahan data.Siklus pengolahan data dapat disimpulkan sebagai siklus yang memiliki lima tahap. Dr.H.B.Siswanto (2007, 189-190) memberikan deskripsi atas tahap-tahap pengumpulan data tersebut sebagai berikut:
  1. Tahap pengumpulan data Tahap ini meliputi dua aktivitas utama, yaitu observasi lingkungan yang menimbulkan data. Selanjutnya tahap pencatatan data yang biasanya dalam bentuk dokumen sumber tertulis tetapi dapat dibaca oleh mesin.
  2. Tahap penghalusan data Tahap ini meliputi ;Klasifikasi data yang menyangkut penetapan kode identifikasi pada catatan data yang didasarkan pada sistem pengelompokan yang telah ditetapkan sebelumnya;Akumulasi catatan masukan yang sama untuk diolah sebagai suatu akumulasi atau kelompok;Verifikasi yang menyangkut berbagai prosedur untuk mengendalikan kecermatan data sebelum dimasukkan untuk pengolahan data yang akan dilakukan;Penyortiran data untuk menyiapkan suatu akumulasi catatan masukan ke dalam urutan berdasarkan nomor urut atau menurut abjad sesuai dengan cara yang dikehendaki;Pemindahan data dari suatu lokasi ke lokasi lain dan pengbahan dalam bentuk lain.
  3. Tahap pengolahan data Tahap ini mencakup:Akumulasi yang meliputi bentuk operasi matematis;Perbandingan dan pemeriksaan simultan terhadap dua atau lebih golongan data;Pengikhtisaran merupakan aktifitas pengolahan yang sangat penting dan menyangkut penggunaan data sedikit demi sedikit ke dalam kuantitas yang dikendaki;Penyaringan,yaitu meneliti data tambahan dari pengolahan berikutnya;Pencarian, berupa aktifitas mengambil dari tempat penyimpanan untuk digunakan dalam pengolahan atau untuk tujuan keluaran.
  4. Tahap pemeliharaan data Tahap ini meliputi aktivitas penyimpanan data, pemutakhiran data, pemberian indeks data, dan perlindungan atau pengamanan data yang tersimpan.
  5. Tahap keluaran data: Tahap ini biasanya dalam bentuk yang umum, yaitu laporan atau dokumen.

Dari beberapa tahap siklus pengolahan data diatas, mulai dari tahap pengumpulan data hingga tahap keluaran data, hal yang pertama sekali ditekankan adalah penyediaan informasi yang cermat, akumulasi dan pengolahan data yang efisien, serta keamanan dari data tersebut. Pengolahan data dengan dukungan Sistem Informasi Manjemen pada dasarnya bertujuan agar pengambilan keputusan yang tepat dapat diperoleh.Ibnu Syamsi berpendapat Pengambilan keputusan itu sendiri merupakan proses berurutan yang membutuhkan penggunaan model yang tepat.Pengambil keputusan berusaha menggeser keputusan yang semula tanpa perhitungan menjadi keputusan yang penuh perhitungan.

sumber : http://www.cse.wustl.edu
Lebih lanjut Ibnu Syamsi menjelaskan dalam merancang SIM, maka lebih dulu ditetapkan faktor-faktor kritis keberhasilan yang dibutuhkan oleh pemimpin dalam membuat keputusan. Dalam bidang financial , keputusan yang perlu diambil berkaitan dengan: struktur modal, jumlah modal kerja, jaminan untuk dana baru (emisi saham), pembayaran deviden, modal yang ditanam kembali untuk memperbesar usaha, rencana pembiayaan baru, penetapan biaya operasional, likuidasi, perimbangan antara aktiva lancer dan utang jangka pendek (current ratio) dan lain sebagainya. Berbicara tentang SIM di berbagai bidang, berarti berbicara tentang SIM secara fungsional.Yang dimaksud dengan sistem informasi manajemen fungsional adalah sistem informasi berdasarkan bidang fungsi atau kegiatan unit dalam organisasi.

Di bidang financial atau bidang keuangan, tidak jauh beda dengan bidang perpajakan. Karena dalam sistem perpajakan pun diperoleh sistem informasi financial, yang mana sistem informasi financial memberikan informasi bagi perencanaan, penyusunan dan perhitungan anggaran untuk waktu mendatang terkait informasi tentang posisi keuangan (financial position). Alhasil, Sistem informasi manajemen (manajement information system atau sering dikenal dengan singkatannya MIS) merupakan penerapan sistem informasi di dalam organisasi untuk mendukung informasi-informasi yang dibutuhkan oleh semua tingkatan manajemen.Semua itu tiada lain karena Sistem Informasi Manajemen disamping sebagai pendukung dalam hal pengolahan data, penyimpanan data, juga dapat membuat proses pendataan dengan akselerasi cepat, yang efektif untuk hasilnya dan efisien dalam prosesnya.


sumber:
skripsi penulis 2010, dari berbagai literatur pustaka. 

reformasi pajak bumi dan bangunan melalui teknologi e-tax

A. Pendahuluan
Salah satu sistem perpajakan yang diatur dalam perundang-undangan di negara ini adalah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Pada hakekatnya, pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan merupakan salah satu sarana perwujudan kegotongroyongan nasional dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional, sehingga dalam pengenaannya harus memperhatikan prinsip kepastian hukum, keadilan, dan kesederhanaan serta ditunjang oleh sistem administrasi perpajakan yang memudahkan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban pembayaran pajak.Pajak bersifat dinamik dan mengikuti perkembangan kehidupan sosial dan ekonomi negara serta masyarakatnya.
Pajak dinamis bukan statis

Tuntutan akan peningkatan penerimaan, perbaikan-perbaikan dan perubahan mendasar dalam segala aspek perpajakan menjadi alasan dilakukannya reformasi perpajakan dari waktu ke waktu, yang berupa penyempurnaan terhadap kebijakan perpajakan dan sistem administrasi perpajakan, agar basis pajak dapat semakin diperluas, sehingga potensi penerimaan pajak yang tersedia dapat dipungut secara optimal dengan menjunjung asas keadilan sosial dan memberikan pelayanan prima kepada Wajib Pajak.

Menurut Gunadi, "pajak ini mengikuti fenomena kehidupan sosial ekonomi masyarakat.Di setiap perubahan kehidupan sosial perekonomian masyarakat maka sudah sepantasnyalah bahwa pajak harus mengadakan reformasi" Reformasi perpajakan adalah perubahan yang mendasar di segala aspek perpajakan. Baik itu dari sisi pelayanan administrasi hingga reformasi birokrasi perpajakan.

Sebagaimana ihwal yang terjadi saat ini, puncak dari perwujudan otonomi daerah adalah diberikannya kewenangan yang lebih besar kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Hal yang penting dalam otonomi daerah adalah tantangan perbaikan pelayanan publik, termasuk dalam hal ini sistem perpajakan pasca otonomi daerah. Otonomi daerah diharapkan dapat menjadi awal bagi reformasi pelayanan publik administrasi PBB. Hal tersebut tiada lain karena dengan diwujudkannya otonomi daerah, proses pendewasaan dalam penataan daerah dengan serta merta dapat memberikan peluang kepada pemerintah daerah untuk mempercepat terwujudnya tata pemerintahan yang baik.Dalam hal ini,Pemerintah daerah memiliki kewenangan besar untuk mendorong proses kebijakan parsitipatif, responsif, dan akuntabel. Karena kinerja pelayanan publik yang baik harus memenuhi prinsip-prinsip keadilan, responsifitas, dan efesiensi pelayanan.Efisiensi dari sebuah proses pencapaian target dan optimalisasi pelayanan merupakan jawaban untuk pertanyaan waktu dan biaya.

Menurut dwiyanto (2003: 92) "Efisiensi menunjuk pada dimensi waktu dan biaya yang diperlukan untuk menyelesaikan berbagai jenis pelayanan publik".Dalam hal ini pajak merupakan bagian dari pelayanan publik yang di emban oleh instansi pemerintahan melalui dirjen perpajakan pusat maupun daerah.

Terkait dengan hal diatas, salah satu bentuk usaha pencapaian efisiensi pelayanan yang harus dikerjakan pemerintah adalah pemenuhan kebutuhan data dan informasi yang baik bagi warganya. Pengadaan informasi yang diselenggarakan pemerintah sebenarnya dapat dilakukan dengan menggunakan sistem informasi manajemen (SIM). 

SIM adalah suatu alat untuk menyajikan informasi dengan cara sedemikian rupa sehingga bermanfaat bagi penerimanya (O'Brian dalam Anwar, 2004: 34-35).SIM nantinya dapat menjawab kebutuhan tentang data dan informasi yang baik. Di sisi lain, sistem informasi manajemen merupakan faktor pendukung transaksi dan pengolahan data dari dukungan informasi suatu produk manajemen, seperti yang dikutip dari Dr.H.B.Siswanto (2007, 188) dalam bukunya Pengantar Manajemen menjelaskan:
"Sistem Informasi Manajemen merupakan sebuah sistem informasi yang selain melakukan pengolahan transaksi yang sangat berguna bagi kepentingan organisasi,juga banyak memberikan dukungan informasi dan pengolahan untuk fungsi manajemen dalam pengambilan keputusan"
Sehubungan dengan usaha pengaplikasian Sistem Informasi Manajemen dalam hal reformasi pelayanan administrasi perpajakan, dalam arti modernisasi perpajakan harus lah lebih dulu membenahi struktur organisasi berdasarkan tugas pokok dan fungsi, perbaikan pelayanan bagi setiap wajib pajak melalui pembentukan account representative dan compliant center untuk menampung keberatan Wajib Pajak, sehingga kepatuhan dari wajib pajak meningkat . Selain itu, sistem administrasi perpajakan modern juga sudah selayaknya merangkul kemajuan teknologi terbaru, di antaranya melalui pengembangan Sistem Informasi Perpajakan (SIP) dengan pendekatan fungsi menjadi Sistem Administrasi Perpajakan Terpadu (SAPT) yang dikendalikan oleh case management system.Adapun jiwa dari program modernisasi ini adalah pelaksanaan good governance, yaitu penerapan sistem administrasi perpajakan yang transparan dan akuntabel, dengan memanfaatkan sistem informasi teknologi yang handal dan terkini. 

Teknologi memiliki peran penting dalam perkembangan umat manusia, terutama ketika manusia mengelola organisasi.Apalagi kalau teknologi dikonseptualisasikan sebagai produk atau pelayanan dimana teknologi tidak hanya objek fisik tetapi juga merupakan kegiatan atau mekanisme prosedur kerja serta pengetahuan yang dibutuhkan dalam mengembangkan dan mengaplikasikan peralatan, alat-alat, dan metode-metode untuk menghasilkan out-put tertentu.Konseptualisasi seperti itu berimplikasi bahwa setiap kegiatan administrasi dan manajemen merupakan teknologi dan pasti memerlukan teknologi."

Menurut Chaizi Nasucha (2004)"reformasi administrasi perpajakan adalah penyempurnaan atau perbaikan kinerja administrasi, baik secara individu, kelompok, maupun kelembagaan agar lebih efisien, ekonomis, dan cepat". Efisiensi dari sebuah pelayanan serta perhitungan yang akurat dengan data yang up to date menjadikan proses pelayanan menjadi efektif. Apalagi di dukung oleh teknologi komputerisasi untuk akselerasi cepat pengolahan data.

Dalam hal pemanfaatan teknologi, Dr.Akadun dalam pembukaan bukunya menyatakan:
"Dengan sistem administrasi perpajakan modern, disamping sistem informasi sebagai pendukung kelancaran, tentunya harus didukung pula dengan Sumber Daya Manusia (SDM) yang profesional dan berkualitas serta mempunyai kode etik kerja dengan dasar prinsip manajemen yang berkualitas pula. Semua itu diharapkan akan menciptakan prinsip Good Corporate Governance yang dilandasi transparansi, akuntabel, responsif, independen dan adil. Ditambah lagi hasil akhir dari proses yang diterapkan melalui Sistem Informasi Manajemen adalah pengambilan keputusan sebagai solusi pemecahan masalah".

Dalam hal ini Agus Dwiyanto menyatakan:
"Salah satu faktor rendahnya pemberian pelayanan yang berkualitas adalah rendahnya sumber daya manusia. Rendahnya kualitas sumber daya manusia ditunjukkan dengan ketidakmampuan petugas memberikan solusi kepada costumer atau yang lebih dikenal dengan melakukan tindakan diskresi (dwiyanto, 2006:84)"

Dengan demikian, Sistem Informasi dengan Manajemen mutu pelayanan terpadu serta dukungan Sumber Daya Manusia yang handal menjadi faktor penting untuk langkah reformasi pelayanan administrasi perpajakan.Terlebih lagi di era globalisasi sekarang, faktor teknologi tentunya menjadi faktor penting dalam peningkatan kualitas pelayanan publik, karena dengan penggunaan teknologi akan memaksa komitmen elit, sistem dan aparatur pemerintah berubah dalam arti berkualitas. Suatu perbedaan yang signifikan bahwa organisasi yang menggunakan Sistem Informasi Manajemen, ternyata lebih memiliki keunggulan dari organisasi yang tidak menggunakannya.

Dengan di dasari peningkatan dan kualitas pelayanan,manajemen perpajakan yang bermutu,sosialisasi melalui informasi,maka reformasi pelayanan publik, dalam hal ini administrasi Pajak Bumi dan Bangunan, seyogyanya diterapkan tidak hanya dilingkungan direktorat perpajakan pusat, tapi sampai daerah pemerintahan Kecamatan hingga Kelurahan.

(baca juga :  sistem informasi keuangan daerah yang baik)

Thursday, September 18, 2014

sejarah undang-undang 1945 hingga era reformasi 2014

A. Pendahuluan

Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan (amandemen) yang ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR:
  1. Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999 → Perubahan Pertama UUD 1945
  2. Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus 2000 → Perubahan Kedua UUD 1945
  3. Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001 → Perubahan Ketiga UUD 1945
  4. Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002 → Perubahan Keempat UUD 1945

Ada penambahan pasal, dan beberapa poin yang telah dirubah di dalam UUD 1945. semua perubahan tersebut saat ini dikenal dengan istilah amandemen. Perubahan-perubahan tersebut bertujuan agar bisa menyesuaikan situasi dan kondisi yang ada pada warga Indonesia. Seperti dalam pasal 18 yang menyebutkan aturan-aturan pemerintahan daerah dan sebagainya.

ok sobat..

Terlepas dari semua perubahan itu, kita tentu ingin mengetahui latar belakang UUD 1945. Hal ini penting, sama pentingnya dengan dasar Negara kita yakni Pancasila. Dikatakan sebagai dasar nya Undang-undang disebabkan karena semua Undang-undang, peraturan, ampres, dan sebagainya, semuanya harus kembali kepada konsep UUD 1945.

B. Sejarah konsep  UUD 1945

UUD 1945 di awali dengan lahirnya BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang dibentuk pada tanggal 29 April 1945 adalah badan yang menyusun rancangan UUD 1945. Para anggota BPUPKI yang dilantik pada tanggal 28 Mei 1945 bersidang dalam dua tahap: pertama, dari tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945 untuk menetapkan dasar negara dan berhasil merumuskan Pancasila yang didasarkan pada pidato anggota Soekarno pada 1 Juni 1945, kedua, dari tanggal 10 sampai dengan 17 Juli 1945 yang berhasil membuat Undang-Undang Dasar (Harun Al Rasid, 2002).

1. Sidang Pertama 29 Mei hingga 1 Juni 1945

Pada masa sidang pertama yang berlangsung dari tanggal 29 Mei hingga 1 Juni 1945, Mr. Mohammad Yamin, Mr. Supomo, dan Ir. Sukarno. Mereka mengemukakan beberapa konsep dengan berbagai argumen. Dari keseluruhan konsep inilah nantinya yang akan menjadi cikal-bakal konsep dasar teks Pancasila yang kita kenal saat ini. Beberapa gagasan tersebut adalah seperti yang dikemukakan oleh :

1) Mr. Mohammad Yamin (29 Mei 1945)
Pemikirannya diberi judul ”Asas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia” dan mengusulkan dasar negara Indonesia merdeka yang intinya sebagai berikut:

  1. Peri kebangsaan;
  2. Peri kemanusiaan;
  3. Peri ketuhanan;
  4. Peri kerakyatan;
  5. Kesejahteraan rakyat.

2) Mr. Supomo (31 Mei 1945)

Pemikirannya berupa penjelasan tentang masalah-masalah yang berhubungan dengan dasar negara
Indonesia merdeka. Negara yang akan dibentuk hendaklah negara integralistik yang berdasarkan pada
hal-hal berikut ini:

  1. persatuan;
  2. kekeluargaan;
  3. keseimbangan lahir dan batin;
  4. musyawarah;
  5. keadilan sosial.

3) Ir. Sukarno (1 Juni 1945)

Pemikirannya terdiri atas lima asas berikut ini:

  1. kebangsaan Indonesia;
  2. internasionalisme atau perikemanusiaan;
  3. mufakat atau demokrasi
  4. kesejahteraan sosial;
  5. Ketuhanan Yang Maha Esa.

2. Sidang Kedua pada tanggal  10 sampai dengan 17 Juli 1945

Pada tanggal 22 Juni 1945, 38 anggota BPUPKI membentuk Panitia Sembilan yang terdiri dari 9 orang untuk merancang Piagam Jakarta yang akan menjadi naskah Pembukaan UUD 1945. Panitia Sembilan, terdiri dari Drs. Moh. Hatta, Mr. A. Subardjo, Mr. A. A. Maramis, Ir. Soekarno, KH. Abdul Kahar Moezakir, Wachid Hasyim, Abikusno Tjokrosujoso, H. Agus Salim, dan Mr.  Muh. Yamin. Panitia Sembilan berhasil membuat rancangan Preambule Hukum Dasar, yang oleh Mr. Muh. Yamin disebut dengan istilah Piagam Jakarta.

Setelah dihilangkannya anak kalimat "dengan kewajiban menjalankan syariah Islam bagi pemeluk-pemeluknya" maka naskah Piagam Jakarta menjadi naskah Pembukaan UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pengesahan UUD 1945 dikukuhkan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang bersidang pada tanggal 29 Agustus 1945. Naskah rancangan UUD 1945 Indonesia disusun pada masa Sidang Kedua Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI). Nama Badan ini tanpa kata "Indonesia" karena hanya diperuntukkan untuk tanah Jawa saja. Di Sumatera ada BPUPKI untuk Sumatera. Masa Sidang Kedua tanggal 10-17 Juli 1945. Tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengesahkan UUD 1945 sebagai Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.

3. Periode berlakunya UUD 1945 (18 Agustus 1945 - 27 Desember 1949)

Dalam kurun waktu 1945-1950, UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya karena Indonesia sedang disibukkan dengan perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Maklumat Wakil Presiden Nomor X pada tanggal 16 Oktober 1945 memutuskan bahwa KNIP diserahi kekuasaan legislatif, karena MPR dan DPR belum terbentuk. Tanggal 14 November 1945 dibentuk Kabinet Semi-Presidensial ("Semi-Parlementer") yang pertama, sehingga peristiwa ini merupakan perubahan pertama dari sistem pemerintahan Indonesia terhadap UUD 45.

4. Periode berlakunya Konstitusi RIS 1949 (27 Desember 1949 - 17 Agustus 1950)

Pada masa ini sistem pemerintahan indonesia adalah parlementer. Bentuk pemerintahan dan bentuk negaranya federasi yaitu negara yang di dalamnya terdiri dari negara-negara bagian yang masing masing negara bagian memiliki kedaulatan sendiri untuk mengurus urusan dalam negerinya. Ini merupakan perubahan dari UUD 45 yang mengamanatkan bahwa Indonesia adalah Negara Kesatuan.

5. Periode UUDS 1950 (17 Agustus 1950 - 5 Juli 1959)

Pada periode UUDS 50 ini diberlakukan sistem Demokrasi Parlementer yang sering disebut Demokrasi Liberal. Pada periode ini pula kabinet selalu silih berganti, akibatnya pembangunan tidak berjalan lancar, masing-masing partai lebih memperhatikan kepentingan partai atau golongannya. Setelah negara RI dengan UUDS 1950 dan sistem Demokrasi Liberal yang dialami rakyat Indonesia selama hampir 9 tahun, maka rakyat Indonesia sadar bahwa UUDS 1950 dengan sistem Demokrasi Liberal tidak cocok, karena tidak sesuai dengan jiwa Pancasila dan UUD 1945.

6. Periode kembalinya ke UUD 1945 (5 Juli 1959 - 1966)

Perangko "Kembali ke UUD 1945" dengan nominal 50 sen.Karena situasi politik pada Sidang Konstituante 1959 dimana banyak saling tarik ulur kepentingan partai politik sehingga gagal menghasilkan UUD baru, maka pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang salah satu isinya memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai undang-undang dasar, menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 yang berlaku pada waktu itu.Pada masa ini, terdapat berbagai penyimpangan UUD 1945, di antaranya:

Presiden mengangkat Ketua dan Wakil Ketua MPR/DPR dan MA serta Wakil Ketua DPA menjadi Menteri Negara. MPRS menetapkan Soekarno sebagai presiden seumur hidup.

7. Periode UUD 1945 masa orde baru (11 Maret 1966 - 21 Mei 1998)

Pada masa Orde Baru (1966-1998), Pemerintah menyatakan akan menjalankan UUD 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen.Pada masa Orde Baru, UUD 1945 juga menjadi konstitusi yang sangat "sakral", di antara melalui sejumlah peraturan:

  1. Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa MPR berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak akan melakukan perubahan terhadapnya.
  2. Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum yang antara lain menyatakan bahwa bila MPR berkehendak mengubah UUD 1945, terlebih dahulu harus minta pendapat rakyat melalui referendum.
  3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum, yang merupakan pelaksanaan TAP MPR Nomor IV/MPR/1983.

6. Periode 21 Mei 1998 - 19 Oktober 1999

Pada masa ini dikenal masa transisi. Yaitu masa sejak Presiden Soeharto digantikan oleh B.J.Habibie sampai dengan lepasnya Provinsi Timor Timur dari NKRI.

7. Periode Perubahan UUD 1945

Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena pada masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan di tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-pasal yang terlalu "luwes" (sehingga dapat menimbulkan multitafsir), serta kenyataan rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggara negara yang belum cukup didukung ketentuan konstitusi.

Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan di antaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta mempertegas sistem pemerintahan presidensial.

sumber referensi: 
  • http://www.empatpilarkebangsaan.web.id/
  • http://id.wikipedia.org/
  • Sejarah Indonesia blog

Wednesday, September 17, 2014

apa tujuan Undang-undang MD3?

A. Pasal UU MD3 yang menuai Pro-Kontra

Sehari sebelum pemungutan suara Pemilu Presiden 9 Juli 2014, DPR hasil Pemilu 2009 mengesahkan revisi Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD yang dikenal dengan UU MD3. DPR kembali menuai kontroversi. Mereka menetapkan beberapa perubahan pasal pada Undang-Undang MPR, DPR, DPD dan DPRD atau dikenal sebagai UU MD3.
Ada beberapa pasal yang justru dinilai oleh berbagai kalangan, kontraproduktif dengan UU lainnya. revisi UU Nomor 27/2009 tersebut dianggap tendensius untuk melindungi diri sendiri dari jerat hukum tindak pidana korupsi, tidak fair, dan bertentangan dengan arus besar keinginan rakyat untuk memberantas korupsi, khususnya prinsip equality before the law, kesamaan derajat di depan hukum.
Sebagaimana diketahui, DPR berusaha membuat ’’pertahanan diri’’ dan berkelit untuk tidak gampang disidik kepolisian, kejaksaan, serta KPK. Mereka memagari diri dengan pasal yang intinya memuat ketentuan bahwa penyidik, baik kepolisian maupun kejaksaan, harus mendapat izin lebih dahulu dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang akan mereka bentuk sendiri sebagaimana bunyi pasal 245 UU MD3.
Berikut beberapa pasal tersebut:
  • Pasal 84. Pasal itu menetapkan calon ketua DPR dan keempat wakilnya harus diajukan gabungan fraksi dan dipilih anggota DPR masa bakti 2014-2019 dalam sidang paripurna.
  • Pasal 245 ayat 1 UU MD3 dimuat ketentuan bahwa penyidik baik dari Kepolisian, dan Kejaksaan harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari Mahkamah Kehormatan Dewan.
  • Pasal 245 ayat 3 UU MD3 disebutkan bahwa Kepolisian, Kejaksaan dan KPK tak perlu izin dari Mahkamah Kehormatan Dewan untuk memeriksa anggota DPR, jika (a) tertangkap tangan melakukan tindak pidana, (b) disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau tindak pidana kejahatan terhadap kemanusiaan dan keamanan negara berdasarkan bukti permulaan yang cukup, (c) disangka melakukan tindak pidana khusus.Ditambahkan lagi tidak diatur pengecualian jika anggota DPR dipanggil menjadi saksi dalam penyidikan ataupun penyelidikan kasus tindak pidana korupsi.
  • Pasal 224 ayat (5) dikatakan pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan.
  • Ayat (6) Mahkamah Kehormatan Dewan harus memproses dan memberikan putusan atas surat pemohonan tersebut dalam jangka waktu paling lama 30 hari setelah diterimanya permohonan persetujuan pemanggilan keterangan tersebut.
  • Ayat (7) Dalam hal Mahkamah Kehormatan Dewan memutuskan tidak memberikan persetujuan atas pemanggilan angggota DPR, surat pemanggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak memiliki kekuatan hukum/batal demi hukum.

B. Tujuan UU MD3 Versi DPR-RI


Pasca perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sistem ketatanegaraan Indonesia mengalami banyak perubahan termasuk lembaga permusyawaratan/perwakilan, yaitu MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Perubahan dimaksud bertujuan mewujudkan lembaga permusyawaratan/perwakilan yang lebih demokratis, efektif, dan akuntabel. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang mengatur keempat lembaga tersebut, pada dasarnya sudah membuat pengaturan menuju terwujudnya lembaga permusyawaratan/perwakilan yang demokratis, efektif, dan akuntabel. Akan tetapi, sejak Undang-Undang Nomor 27 tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah diundangkan, masih terdapat beberapa hal yang dipandang perlu untuk ditata kembali melalui penggantian Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009. Penggantian terhadap Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 didasarkan pada materi muatan baru yang telah melebihi 50% (lima puluh persen) dari substansi Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tersebut.
Penggantian Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 terutama dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan perkembangan ketatatanegaraan, seperti dalam pembentukan Undang-Undang berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-X/2012 tentang pengujian Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang membatalkan beberapa ketentuan yang mereduksi kewenangan DPD dalam proses pembentukan undang-undang. Perkembangan lainnya adalah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35 /PUU-XI/2013 tentang Pengujian terhadap Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 yang mengurangi kewenangan DPR dalam pembahasan APBN.
Di samping perkembangan sistem ketatanegaraan, pembentukan Undang-Undang tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dimaksudkan pula sebagai upaya untuk meningkatkan kinerja masing-masing lembaga perwakilan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya berdasarkan prinsip saling mengimbangi checks and balances, yang dilandasi prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan berwibawa serta sekaligus meningkatkan kewibawaan dan kepercayaan masyarakat terhadap fungsi representasi lembaga perwakilan yang memperjuangkan aspirasi masyarakat.
Sejalan dengan pemikiran di atas serta untuk mewujudkan lembaga perwakilan rakyat yang demokratis, efektif, dan akuntabel, Undang-Undang ini memperkuat dan memperjelas mekanisme pelaksanaan fungsi, wewenang, dan tugas MPR, DPR, DPD, dan DPRD seperti mekanisme pembentukan undang-undang dan penguatan fungsi aspirasi, penguatan peran komisi sebagai ujung tombak pelaksanaan tiga fungsi dewan yang bermitra dengan Pemerintah, serta pentingnya penguatan sistem pendukung, baik sekretariat jenderal maupun Badan Keahlian DPR.

Catatan Penulis :

Undang-Undang MD3 jika diperhatikan dari segi konsep, tujuan, dan latar belakang penyusunannya memang benar-benar bagus, dan tidak ada salahnya. yah..  begitulah menurut penulis.Namun dari segi realita dan waktu, lahirnya UU MD3 ini sangat sarat dengan kepentingan elite partai politik yang bersebarangan dengan partai yang akan berkuasa pada tahun 2014-2019. 
Sekalipun naskah UU MD3 ini sudah ada sejak 2010, namun perlu diketahui betapa banyaknya RUU yang lain saat artikel ini dituliskan belum juga disahkan.
Terlepas dari semua itu, penulis berharap UU MD3 ini mendapat nilai tambah bagi dunia perpolitikan di Indonesia. Akan kah semakin dewasa, atau malah kekanak-kanakan.

Sumber Referensi :
Kompasiana
Jawa Pos
UU MD3 naskah copy 2014

Kondisi reformasi birokrasi Di Indonesia saat ini


A. Pengertian Birokrasi?
Sebenarnya ada banyak teori terkait birokrasi,diantaranya adalah administrasi publik dan manajemen. Alasannya  bahwa birokrasi merupakan bagian dari objek yang dibahas di dalam administrasi negara/publik, dan manajemen. Banyak lembaga pemerintahan yang telah membuat kajian tentang birokrasi.Apalagi saat ini masalah birokrasi menjadi perbincangan hangat dikalangan akademisi,dan politisi. Karena semenjak era reformasi bergulir keinginan untuk memperbaiki segala aspek termasuk sistem pemerintahan dan kebijakan diharapkan akan segera terwujud. Salah satunya dengan menerapkan reformasi birokrasi yang masif.
Birokrasi bagai Piramida
Secara etimologis, birokrasi berasal dari kata Biro (meja) dan Kratein (pemerintahan), yang jika disintesakan berarti pemerintahan Meja. Michael G. Roskin, et al., menyebut pengertian birokrasi adalah "setiap organisasi yang berskala besar yang terdiri atas para pejabat yang diangkat, di mana fungsi utamanya adalah untuk melaksanakan (to implement) kebijakan-kebijakan yang telah diambil oleh para pengambil keputusan (decision makers).
Defini lain birokrasi  (dalam wikipedia.org) bahwa Birokrasi (bahasa Inggris:bureaucracy ~ bu·reauc·ra·cy ~ bjʊəˈrÉ’krÉ™s) (bahasa Perancis: bureaucratie) mempunyai arti bureau + cratie atau sistem struktur manajemen pemerintahan negara atau administrasi besar atau organisasi sesuai dengan kebutuhan atau keinginan yang kompleks yang ditandai dengan otoritas hirarkis di antara banyak kantor dengan prosedur yang tetap.
Di dalam pendekatan institusional (kelembagaan), khususnya di dalam skema, tercantum 'lalu-lintas' administrasi negara dari eksekutif 'turun' ke Kebijakan Administrasi, lalu ke Administrasi dan yang terakhir ke pemilih. Artinya, setiap kebijakan setiap kebijakan negara yang yang diselenggarakan pihak eksekutif diterjemahkan ke dalam bentuk kebijakan administrasi negara, di mana pelaksanaan dari administrasi tersebut dilakukan oleh lembaga birokrasi.
Kalimat yang digaris-bawahi merupakan pokok utama untuk pengenalan birokrasi secara mudah. Hirarkis itu artinya ada tahapan, jenjang, dalam suatu kelompok, atau organisasi, lembaga, dan sebagainya. Hal ini dapat kita lihat di setiap struktur yang terpampang di kantor-kantor. Akan tetapi tidak setiap yang ada strukturnya disebut birokrasi.

Selain itu harus ada Prosedur yang tetap. Dengan begitu kita dapat mengenal arti birokrasi tersebut dengan beberapa dengan adanya beberapa poin berikut;adanya peraturan yang ditaati dengan benar
  1.     adanya pejabat bekerja dengan fokus dan kemampuan penuh
  2.     adanya disiplin yang mengikat pejabat
  3.     adanya persayaratan sesuai peraturan untuk mengangkat dan memberhentikan pejabat
  4.     adanya pemisahan urusan pribadi dan dinas yang tegas.
Kita mungkin mengenal badan-badan seperti Departemen, Kanwil, Kantor Kelurahan, Kantor Samsat, di mana kantor-kantor tersebut semua merupakan badan-badan birokrasi negara yang mengimplementasikan kebijakan negara dan bersifat langsung berhubungan dengan masyarakat. Idealnya, birokrasi merupakan suatu sistem rasional atau struktur yang terorganisir yang dirancang sedemikian rupa guna memungkinkan adanya pelaksanaan kebijakan publik yang efektif dan efisien.
Birokrasi juga dioperasikan oleh serangkaian aturan serta prosedur yang bersifat tetap. Terdapat rantai komando berupa hirarki kewenangan di mana tanggung jawab setiap bagian-bagiannya 'mengalir' dari 'atas' ke 'bawah.'
Selain itu, birokrasi juga disebut sebagai badan yang menyelenggarakan Civil Service (pelayanan publik). Birokrasi terdiri dari orang-orang yang diangkat oleh eksekutif, dan posisi mereka ini 'datang dan pergi.' Artinya, mereka-mereka duduk di dalam birokrasi kadang dikeluarkan atau tetap dipertahankan berdasarkan prestasi kerja mereka.
B. Fungsi Birokrasi
 Michael G. Roskin, et al. menyebutkan bahwa sekurang-kurangnya ada 4 fungsi birokrasi di dealam suatu pemerintahan modern. Fungs-fungsi tersebut adalah :
1. Administrasi
 Fungsi administrasi pemerintahan modern meliputi administrasi, pelayanan, pengaturan, perizinan, dan pengumpul informasi. Dengan fungsi administrasi dimaksudkan bahwa fungsi sebuah birokrasi adalah mengimplementasikan undang-undang yang telah disusun oleh legislatif serta penafsiran atas UU tersebut oleh eksekutif. Dengan demikian, administrasi berarti pelaksanaan kebijaksanaan umum suatu negara, di mana kebijakan umum itu sendiri telah dirancang sedemikian rupa guna mencapai tujuan negara secara keseluruhan.
2. Pelayanan
 Birokrasi sessungguhnya diarahkan untuk melayani masyarakat atau kelompok-kelompok khusus. Badan metereologi dan Geofisika (BMG) di Indonesia merupakan contoh yang bagus untuk hal ini, di mana badan tersebut ditujukan demi melayani kepentingan masyarakat yang akan melakukan perjalanan atau mengungsikan diri dari kemungkinan bencana alam. Untuk batas-batas tertentu, beberapa korporasi negara seperti PJKA atau Jawatan POS dan Telekomunikasi juga menjalankan fungsi public service ini.
3. Pengaturan (regulation)
Fungsi pengaturan dari suatu pemerintahan biasanya dirancang demi mengamankan kesejahteraan masyarakat. Dalam menjalankan fungsi ini, badan birokrasi biasanya dihadapkan anatara dua pilihan: Kepentingan individu versus kepentingan masyarakat banyak. Badan birokrasi negara biasanya diperhadapkan pada dua pilihan ini.
4. Pengumpul Informasi (Information Gathering)
Informasi dibutuhkan berdasarkan dua tujuan pokok: Apakah suatu kebijaksanaan mengalami sejumlah pelanggaran atau keperluan membuat kebijakan-kebijakan baru yang akan disusun oleh pemerintah berdasarkan situasi faktual. Badan birokrasi, oleh sebab itu menjadi ujung tombak pelaksanaan kebijaksanaan negara tentu menyediakan data-data sehubungan dengan dua hal tersebut. Misalnya, pemungutan uang yang tidak semestinya (pungli) ketika masyarakat membuat SIM atau STNK tentunya mengalami pembengkakan. Pungli tersebut merupakan pelanggaran atas idealisme administrasi negara, oleh sebab itu harus ditindak. Dengan ditemukannya bukti pungli, pemerintah akan membuat prosedur baru untuk pembuatan SIM dan STNK agar tidak memberi ruang bagi kesempatan melakukan pungli.


C. Birokrasi di Indonesia
R Nugroho Dwijowiyoto (2001) menyatakan kondisi riil birokrasi Indonesia saat ini, digambarkan sebagai berikut :
Secara generik, ukuran keberhasilan birokrasi sendiri sudah tidak sesuai dengan tuntutan organisasional yang baru. Di Indonesia, birokrasi di departemen atau pemerintahan paling rendah, yang diutamakan adalah masukan dan proses, bukan hasil.  Karenanya, yang selalu diperhatikan oleh para pelaku birokrasi adalah jangan sampai ada sisa pada akhir tahun buku.Birokrasi kita tidak pernah menyadari bahwa ada perubahan besar di dunia. Di mana semua hal harus mengacu kepada pasar, bisnis harus mengacu kepada permintaan pasar, dan kalau mau berhasil dalam kompetisi ia harus mampu melayani pasar. Pasar birokrasi adalah seluruh masyarakat, yang dilayani oleh birokrasi bukannya pejabat pemerintahan atau pimpinan birokrasi itu sendiri, tetapi rakyat.

Birokrasi sejak masa orde lama hingga saat ini belum dapat dikategorikan sebagai birokrasi yang berubah secara total. Masih ada aroma nuansa otoriternya. Menurut Afan Gaffar (2006: 232) Birokrasi pasca kemerdekaan mengalami proses politisasi, sekaligus fragmentasi. Sekalipun jumlahnya tidak terlampau besar, aparat pemerintah bukanlah sebuah organisasi yang menyatu karena sudah terkapling-kapling kedalam partai-partai politik yang bersaing dengan intensif guna memperoleh dukungan. Hal itu berjalan terus sampai masa pemerintahan demokrasi terpimpin. Arah gerak birokrasi masih mengalami polarisasi yang sangat tajam dengan mengikuti arus polarisasi politk masyarakat. Sekalipun pengaruh partai politik sedikit-demi sedikit mengalami penagruh terbatas, karena dibubarkan oleh Soekarno. Kecuali PKI dan Angkatan Darat.

Sedangkan pada masa orde baru Dwight King menyebutnya sebagai Bereaucratic Authoriterian with limited purality. Artinya birokrat baik Sipil maupun Militer memang sangat dominan, bahkan cenderung otoriter, tetapi warna pluralisme tetap ada, sekalipun terbatas.Bahkan orde baru Tak jelas pemisahan antara jabatan politik dan jabatan administratif. Di satu sisi ada ketentuan yang mengatur eselonisasi jabatan-jabatan di bawah menteri, namun tradisi politik Orba memperlakukan semua jabatan seakan jabatan politik. Pegawai negeri dikenakan kewajiban monoloyalitas terhadap Golkar.

  • Agar bisa mendukung kinerja pemerintahan yang baik, reformasi birokrasi Indonesia memiliki sasaran-sasaran untuk membentuk:
  • Birokrasi yang bersih
  • Birokrasi yang melayani dan memfasilitasi kebutuhan masyarakat secara adil dan profesional
  • Birokrasi yang netral .Pembentukan birokrasi yang netral difokuskan pada penciptaan kinerja birokrasi yang bebas dari intervensi politik dan bias kepentingan.
D. reformasi birokrasi di Indonesia

Visi dalam reformasi birokrasi ini adalah “terwujudnya pemerintahan yang amanah atau terwujudnya tata kepemerintahan yang baik” (good governance). Dalam pelaksanaan reformasi birokrasi tidaklah terlepas dari visi dari penerapan sistem reformasi birokrasi karena inilah yang menjadi acuan pokok dari pelaksanaan sistem reformasi birokrasi agar dapat terlaksana dengan baik dalam mewujudkan “Good Governance”.
Namun, dalam pelaksanaannya masih begitu banyak kendala yang dihadapi proses reformasi birokrasi saat ini. Semua itu dikarenakan masih takutnya pemerintah dalam mengambil dan menanggung resiko yang nantinya merupakan dampak atau konsekuensi atas reformasi birokrasi itu sendiri.
 Reformasi birokrasi di Indonesia menempatkan pentingnya rasionalisasi birokrasi yang menciptakan efesiensi, efektifitas, dan produktifitas melalui pembagian kerja hirarkikal dan horizontal yang seimbang, diukur dengan rasio antara volume atau beban tugas dengan jumlah sumber daya disertai tata kerja formalistic dan pengawasan yang ketat.
Penataan organisasi pemerintah baik pusat maupun daerah didasarkan pada visi, misi dan sasaran startegis, agenda kebijakan, program dan kinerja kegiatan yang terencana dan diarahkan terbangunannya sosok birokrasi dengan tugas dan bertanggungjawaban terbuka dan aksessif. Penyederahanaan tata kerja dalam hubungan intra dan antar aparatur serta antar aparatur dengan masyarakat dan dunia usaha yang berorientasi pada criteria dan mekanisme yang impersonal terarah pada penerapan pelayanan prima.
Reformasi birokrasi juga merupakan langkah strategis membangun sumber daya aparatur Negara yang professional, memiliki daya guna dan hasil guna yang professional dalam rangka menunjang jalannnya pemerintah dan pembangunan nasional.
Pelaksanaan reformasi birokrasi telah mendapatkan landasan yang kuat melalui penerbitan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025. Selanjutnya, dalam implementasinya telah ditetapkan landasan operasional dalam bentuk Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 20 tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014. Kemajuan yang cukup berarti, dalam tahun 2010 ini, sebanyak 9 kementerian/lembaga telah melaksanakan reformasi birokrasi instansi (RBI). Dengan demikian, saat ini sudah terdapat 13 K/L yang melaksanakan RBI. Dalam rangka meningkatkan koordinasi, menajamkan dan mengawal pelaksanaan reformasi birokrasi, telah ditempuh langkah-langkah kebijakan, antara lain; penerbitan Keppres 14 Tahun 2010 tentang Pembentukan Komite Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional dan Tim Reformasi Birokrasi Nasional, yang disempurnakan menjadi Keppres Nomor 23 Tahun 2010; Keputusan Menpan dan RB Nomor 355 Tahun 2010 tentang Pembentukan Tim Independen, dan Keputusan Menpan dan RB Nomor 356 Tahun 2010 tentang Pembentukan Tim Penjamin Kualitas (Quality Assurance).

E. tujuan reformasi Birokrasi di Indonesia

Menurut Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara bahwa Reformasi birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan (business prosess) dan sumber daya manusia aparatur.
Berbagai permasalahan/hambatan yang mengakibatkan sistem penyelenggaraan pemerintahan tidak berjalan atau diperkirakan tidak akan berjalan dengan baik harus ditata ulang atau diperharui. Reformasi birokrasi dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Dengan kata lain, reformasi birokrasi adalah langkah strategis untuk membangun aparatur negara agar lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam mengemban tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional. Selain itu dengan sangat pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi informasi dan komunikasi serta perubahan lingkungan strategis menuntut birokrasi pemerintahan untuk direformasi dan disesuaikan dengan dinamika tuntutan masyarakat. Oleh karena itu harus segera diambil langkah-langkah yang bersifat mendasar, komprehensif, dan sistematik, sehingga tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan efektif dan efisien. Reformasi di sini merupakan proses pembaharuan yang dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan, sehingga tidak termasuk upaya dan/atau tindakan yang bersifat radikal dan revolusioner.

Catatan Penulis :
Reformasi Birokrasi di Indonesia yang tumbuh secara masif di mulai sejak bergulirnya era-reformasi pada tahun 1998 ketika runtuhnya rezim orde baru. Lebih dari satu dekade berlalu hingga saat ini pada tahun 2014, yang namanya realisasi reformasi secara komprehensif atau menyeluruh belum ditemukan hakikatna. Berhasil atau tidak? kita dapat melihat realita yang sudah menjadi faktanya. Pada kenyataannya semua desas-desus reformasi itu hanyalah bagian kontestasi politik. Rasa demokrasi yang berlebihan membuat kian suburnya korupsi kolusi dan nepotisme (KKN) di Negara ini. 

Insya Allah artikel lanjutannya membahas  tentang birokrasi dan korupsi.

Referensi Sumber :
http://www.gudangmateri.com/
https:// www.menpan.go.id/


Monday, September 8, 2014

jenis-jenis pelayanan publik di Indonesia saat ini

Pelayanan Publik merupakan realisasi atau wujud nyata keberadaan konsep administrasi publik. Administrasi Publik yang bertujuan untuk menyajikan pelayanan yang baik, yang efisien, efektif, dan akuntabilitas nya baik. ( Baca juga : teori administrasi publik ) untuk mengetahui lebih lanjut konsep administrasi publik.
Pelayanan publik sering diklasifikasikan sebagai jasa publik yang harus dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Secara teoritis,pelayanan publik sendiri dapat diklasifikasikan atas (Ratmino,dkk 2006:9) beberapa poin di bawah ini:
  1. pelayanan publik atau pelayanan umum yang diselenggarakan oleh organisasi publik;
  2. pelayanan publik atau pelayanan umum yang dilaksanakan oleh organisasi privat. Pelayanan jenis ini dapat dibedakan lagi menjadi : a. yang bersifat primer dan b. yang bersifat sekunder.
     Perbedaan diantara ketiga jenis pelayanan publik atau pelayanan umum tersebut sebagai berikut :
a). pelayanan publik yang diselenggarakan oleh organisasi privat. ini adalah semua penyediaan barang atau jasa publik yang diselenggarakan oleh swasta, misalnya rumah sakit swasta, PTS, perusahaan pengangkutan milik swasta.
b). pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah dan bersifat primer. ini adalah semua penyediaan barang/jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah yang didalamnya pemerintah merupakan satu-satunya penyelenggara dan pengguna/klien mau tidak mau harus memanfaatkannya. Misalnya adalah pelayanan di kantor imigrasi, pelayanan penjara, dan pelayanan perizinan.
c). pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah dan bersifat sekunder. ini adalah segala bentuk penyediaan barang/jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah, tetapi yang didalamnya pengguna/klien tidak harus menggunakannya karena adanya beberapa penyelenggara pelayanan, misalnya program asuransi kerja, program pendidikan, dan pelayanan yang diberikan oleh BUMN.

      Lalu apa sih pengertian pelayanan publik itu?

Sehubungan dengan pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah, keputusan Men-PAN RI No.63 tahun 2003 memberikan pengertian pelayanan publik sebagai "kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan".
Keputusan Men-PAN RI No.63 tahun 2004 mengatur bahwa hakikat pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat. Lebih lanjut, dalam keputusan Men-PAN RI tersebut disebutkan bahwa pelayanan publik harus memenuhi asas-asas pelayanan publik berikut ini:
a. Transparansi
Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhan dan disediakan      secara memadai serta mudah dimengerti.
b. Akuntabilitas
Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Kondisional
Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas.
d. Partisipatif
Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi,kebutuhan dan harapan masyarakat. 
e. Kesamaan hak
Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku,ras, agama, golongan, gender, dan status ekonomi.
f. Keseimbangan hak dan kewajiban
Pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak.Berkaitan dengan pengelompokan jenis-jenis pelayanan publik, keputusan Men-PAN RI No.63 Tahun 2004 membedakan jenis-jenis pelayanan publik menjadi tiga kelompok berikut:
  1. Kelompok pelayanan administratif yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan oleh publik, misalnya status kewarganegaraan, sertifikat kompetensi, kepemilikan atau penguasaan terhadap suatu barang dan sebagainya. Dokumen-dokumen ini antara lain Kartu Tanda Penduduk (KTP), Akte Pernikahan, Akte Kelahiran, Akte Kematian, Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), Surat Izin Mengemudi (SIM),Izin Mendirikan Bangungan (IMB), Paspor, Sertifikat Kepemilikan/Penguasaan Tanah dan sebagainya.
  2. Kelompok pelayanan barang yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk/jenis barang yang digunakan oleh publik, misalnya jaringan telepon, penyediaan tenaga listrik, air bersih, dan sebagainya.
  3. Kelompok Pelayanan Jasa yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk jasa yang dibutuhkan oleh publik, misalnya pendidikan, pemeliharaan kesehatan, penyelanggaraan transportasi, pos, dan sebagainya.
Pemberian Pelayanan publik dalam hal-hal tertentu dapat dikontrakkan untuk diberikan kepada sektor swasta, misalnya penggunaan sektor swasta dalam pembangunan lapangan terbang (analisis public-private good.htm). Namun, tidak semua jenis pelayanan publik dapat dikontrakkan kepada swasta dan hanya pemerintah yang harus melakukannya, jika dikaitkan dengan klasifikasi jenis pelayanan admnistratif, karena hal itu sangat terkait dengan kewenangan pemerintah dalam konsep hukum administrastif.

Wednesday, September 3, 2014

administrasi pemerintah daerah menurut undang-undang

A. Dasar Administrasi Pemerintahan Daerah

Administrasi merupakan kata yang umum di setiap kali kita berada dalam zona proses kegiatan perkantoran, pendidikan, bahkan departemen agama dan masih banyak lagi. Seperti data input-outcome nya, data kegiatan, rencana strategis, anggaran, dan sebagainya. Jika kita kembali kepada pengertian secara harfiyah administrasi, maka administrasi itu bisa saja meliputi aspek pemerintahan hingga keluarga,bahkan individual, semua ada administrasinya.
DPRD JATIM : sumber realita.co
Dalam kehidupan bernegara, adanya administrasi terkategorisasi-kan oleh aturan dan terapan yang diberlakukan disiplin tahapan lembaga yang berbeda-beda. Mulai dari administrasi pemerintah pusat, pemerintahan daerah, DPRD Provinsi, hingga DPRD Kabupaten, kecamatan, dan Desa..Masing-masing memiliki aturan dan kebijakan yang harus sesuai  tugas pokok dan fungsi (TUFOKSI).
Reformasi Mahasiswa yang menjatuhkan era orde baru perlahan-perlahan mengubah negeri ini secara keseluruhan. Buktinya UUD 1945 yang semula oleh MPR-RI Orde Baru dinyatakan sebagai tidak berkehendak mengubahnya, kini setelah reformasi di rombak total. 
MPR-RI di bawah kepemimpinan Amien Rais sampai artikel ini ditulis telah empat kali mensahkan amandemen UUD 1945, yaitu sebagai berikut:
  1. Perubahan pertama disahkan pada tanggal 19-oktober-1999, meliputi perubahan Pasal 5,7,9,13,14,15,17,20,dan 21.
  2. Perubahan kedua disahkan pada tanggal 18-agustus-2000, meliputi perubahan pasal,18,19,20,22,25,26,27,28, dan 36.
  3. Perubahan ketiga disahkan pada tanggal 10-november-2001, meliputi perubahan Pasal 1,3,6,7,8,11,17,22,23, dan 24.
  4. Perubahan keempat disahkan pada tanggal 10 Agustus-2002, meliputi perubahan pasal,2,8,16,23,24,31,32,33, dan 34.
Jadi yang tidak dirubah adalah pasal 4,10,12,29, dan pasal 35. Terutama pasal 29 yang dianggap akan menimbulkan konflik dan memang rawan andaikata dirubah karena menyangkut hal keagamaan yang sifatnya sensitif.

Akan halnya pasal 18 UUD 1945 tentang Pemerintahan Daerah diubah dalam perubahan kedua yang semula berbunyi:
"Pembagian Daerah di Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-Undang dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalm sistem pemerintahan negara dan hak-hak usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa".

Mengingat besarnya penguasaan pusat kepada daerah dengan dalih pencegahan separatisme, namun kenyataannya sekaligus menjadi penguasaan ekonomi, maka dibentuklah pengganti UU No. 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok Pemerintahan Daerah yaitu menjadi UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Selain itu, untuk pemerintahan Daerah, UUD 1945 juga diamandemen sebagai berikut:

PASAL 18
  1. Negara kesatuan Republik Indonesia dibagi atas Daerah-daerah Provinsi dan Daerah Provinsi itu dibagi atas Kabupaten dan Kota, yang tiap-tiap Provinsi, Kabupaten, dan Kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang. 
  2. Pemerintahan Daerah Provinsi, daerah Kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
  3. Pemerintah daerah Provinsi, daerah Kabupaten, dan Kota memiliki DPRD yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilu.
  4. Gubernur, Bupati, dan walikota masing-masing sebagai sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.
  5. Pemerintahan Daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang-Undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat.
  6. Pemerintahan Daerah berhak menetapkan peraturan Daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
  7. Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam Undang-undang.
PASAL 18A
  1. Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota atau antara provinsi dan kabupaten dan kota diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.
  2. Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya, antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.
PASAL 18B
  1. Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.
  2. Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dengan undang-undang. 
B. Administrasi Pemerintahan Provinsi
Kekuatan separatisme sepanjang sejarah NKRI adalah berkekuatan provinsi. Penyebabnya antara lain kekuatan tersebut umumnya mempunyai basis suatu suku bangsa. Administrasi pemerintahan provinsi secara politis merupakan wilayah administratif yang dikelola sebagian dari pemerintah pusat termasuk dengan keberadaan instansi vertikal berdasarkan asas dekonsentrasi. Sedangkan otonomi daerah seluas-luasnya berdasarkan Undang-undang No. 22 tahun 1999 dan Undang-undang No.32 tahun 2004 berbasis pada pemerintahan kabupaten.

Namun demikian, tidak menutup kemungkinan gaung reformasi yang memberikan desentralisasi kepala daerah juga akan menyentuh pemerintah daerah provinsi. Seperti misalnya kemandirian provinsi bukan hanya sebatas daratan saja, akan tetapi mencakup lautan yang menyulitkan nelayan tradisional.
Sulitnya desentralisasi bagi administrasi pemerintah provinsi adalah karena pemerintah provinsi dengan pemerintah daerah kabupaten dan kota yang selama ini disebut dengan daerah tingkat II, tidak lagi mempunyai hubungan hierarkis.
C. Administrasi Pemerintahan Kabupaten dan Kota
Bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh kabupaten dan kota meliputi pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan,pertanian, perhubungan, industri, perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi, dan tenaga kerja.
Pemerintah daerah berwenang mengelola sumber daya nasional yang tersedia di wilayahnya namun tetap memelihara kelestarian lingkungan hidup. Untuk wilayah laut meliputi eksplorasi, eksploitasi, konservasi, pengelolaan kekayaan laut, dan tata ruang. Khusus untuk daerah kabupaten dan kota wilayah laut, adalah sejauh sepertiga dari batas laut daerah provinsi.
D. DPRD Provinsi
DPRD Provinsi adalah lembaga legislatif daerah yang mempunyai tugas dan wewenang antara lain sebagai berikut:
  1. memilih gubernur dan wakil gubernur
  2. memilih anggota MPR utusan daerah
  3. mengusulkan pemberhentian gubernur dan wakil gubernur
  4. membentuk peraturan daerah
  5. menetapkan APBD
  6. mengawasi pelaksanaan peraturan daerah
  7. mengawasi pelaksanaan SK Gubernur
  8. mengawasi pelaksanaan APBD
  9. mengawasi pelaksanaan kebijakan daerah
  10. mengawasi pelaksanaan kerjasama internasional
  11. menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat daerah.
oleh karena apa yang telah disampaikan tersebut di atas maka DPRD Provinsi berhak untuk :
  1. meminta pertanggungjawaban gubernur 
  2. meminta keterangan kepada pemerintahan daerah
  3. mengadakan penyelidikan
  4. mengadakan perubahan rancangan peraturan daerah.
  5. mengajukan pernyataan pendapat. 
E. DPRD Kabupaten dan Kota
DPRD Kabupaten dan Kota adalah lembaga legislatif daerah yang mempunyai tugas dan wewenang antara lain sebagai berikut :
  1. memilih bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota.
  2. memilih anggota MPR utusan daerah
  3. mengusulkan bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota
  4. membentuk peraturan daerah Kabupaten dan Kota
  5. menetapkan APBD Kabupaten dan Kota
  6. mengawasi pelaksanaan peraturan daerah Kabupaten dan Kota
  7. mengawasi pelaksanaan SK Bupati/walikota
  8. mengawasi pelaksanaan APBD Kabupaten dan Kota
  9. mengawasi pelaksanaan kebijakan daerah Kabupaten dan Kota
  10. mengawasi pelaksanaan kerjasama internasional
  11. menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat daerah.
Jadi, DPRD Kabupaten/Kota dalam melaksanakan tugasnya berhak meminta pejabat negara, pejabat pemerintah, atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan tentang suatu hal yang perlu di tangani demi kepentingan bangsa dan negara, pemerintah, dan pembangunan. 

sekian

Popular Posts