Sukabumi, Jawa Barat muhsin@administrasipublik.com muhsin.alhasan

cinta indonesia, blog politik, share dan diskusi politik negeri, perkembangan politik, kebijakan politik, kebijakan ekonomi mikro dan makro, kebijakan pendidikan, peraturan terbaru, harga sembako, harga bbm, partai politik, pemilu tahun 2024, komisi pemilihan umum, bawaslu, disentralisasi, geopolitik

Showing posts with label sejarah. Show all posts
Showing posts with label sejarah. Show all posts

Friday, October 3, 2014

evolusi dalam studi kebijakan publik

Hello sobat blogger.. semoga tetap sehat, sukses,,

Sudah lama rasanya tidak update artikel di blog yang sederhana, dan pada kesempatan kali ini, saya ada sedikit semangat lagi untuk menulis. Kebetulan ada buku, dan sesuai dengan niat yang ada di hati,,

Evolusi Ilmu kebijakan Publik
Sebelumnya saya telah menulis sedikit mengenai sejarah kebijakan Publik. Dalam kesempatan ini sebagai lanjutan dari artikel tersebut, saya akan mengemukakan tumbuh dan berkembangnya kebijakan publik tersebut mengikuti kondisi kehidupan.
Para ilmuwan politik, dalam pengajaran dan penelitian mereka biasanya memiliki perhatian yang besar terhadap proses-proses politik, seperti proses legislatif atau pemilihan, atau elemen-elemen sistem politik. 

Bila kebijakan publik dipahami sebagai tindakan yang dilakukan oleh pemerintah, maka minat untuk mengkaji kebijakan publik telah berlangsung sejak lama, bahkan sejak Plato dan Aristoteles. Namun demikian, pada waktu studi mengenai kebijakan publik masih berpijak pada lembaga-lembaga Negara. Ilmu politik tradisional lebih menekankan pada studi-studi kelembagaan dan pembenaran filosofis terhadap tindakan-tindakan pemerintah, namun kurang menaruh perhatian terhadap hubungan antarlembaga tersebut dengan kebijakan-kebijakan publik.  Setelah itu, perhatian para ilmuwan politik mulai beranjak pada masalah proses dan pola tingkah laku yang berkaitan dengan pemerintahan dan aktor-aktor politik. Dengan adanya perubahan orientasi ini maka mulai ada anggapan bahwa ilmu politik mulai memberi perhatian kepada masalah-masalah pembuatan keputusan secara kolektif atau perumusan kebijakan. 

Dewasa ini, para ilmuwan politik mempunyai perhatian yang meningkat terhadap studi kebijakan publik-deskriptif, analisis dan penjelasan terhadap sebab-sebab dan akibat-akibat dari kegiatan pemerintah. Sebagaimana Thomas Dye mengatakannya dengan tepat, hal ini mencakup deskripsi tentang point-poin berikut ini:
  1. substansi kebijakan non-publik;
  2. penilaian terhadap dampak dari kekuatan-kekuatan lingkungan pada substansi kebijakan; 
  3. suatu analisis tehadap efek dari macam-macam aturan kelembagaan; 
  4. suatu penyelidikan terhadap konsekuensi-konsekuensi dari berbagai kebijakan publik bagi sistem politik; dan 
  5. suatu evaluasi terhadap dampak yang diinginkan dan dampak yang tidak diinginkan. 

Dengan demikian, orang diarahkan untuk mencari jawaban-jawaban terhadap pernyataan-pernyataan seperti: apakah substansi sebenarnya dari kebijakan pemberantasan korupsi? Apakah dampak kebijakan debirokratisasi dan deregulasi terhadap ekspor non-migas Indonesia? Bagaimana kebijakan DPR membantu membentuk kebijakan pertanian? Apakah pemilihan Umum mempengaruhi kebijakan publik? Siapa yang beruntung dan siapa yang rugi dengan adanya kebijakan pajak? 

Pertanyaan-pertanyaan seperti ini pada dasarnya ingin mencari jawaban mengapa para ilmuwan politik mempunyai perhatian besar terhadap studi kebijakan publik. 

Minat para ilmuwan politik untuk mengkaji kebijakan publik didasari alasan, seperti dapat di lihat dalam uraian Lester dan stewart maupun Anderson. Diantara dasar masalah dan alasan mereka adalah:

1. Mengapa ilmuwan tertarik mempelajari kebijakan publik? 

Maka alasannya adalah karena kebijakan publik sifatnya ilmiah. Kebijakan publik dapat dipelajari untuk memperoleh pengetahuan yang luas tentang asal muasalnya, proses perkembangannya, dan konsekuensinya bagi masyarakat. Pada gilirannya, hal ini akan menambah pengertian tentang sistem politik dan masyarakat secara umum. Dalam konteks seperti ini, maka kebijakan dipandang sebagai variabel terikat (dependent Variabel) maupun sebagai Variabel bebas (Independen Variabel). Jika kebijakan dipandang sebagai variabel terikat, maka perhatian kita akan tertuju kepada faktor-faktor politik dan lingkungan yang membantu menentukan substansi kebijakan. Misalnya, bagaimana kebijakan dipengaruhi oleh distribusi kekuasaan antara kelompok-kelompok penekan dan lembaga-lembaga pemerintah? atau bagaimana kebijakan memengaruhi dukungan bagi sistem politik? atau pengaruh apa yang ditimbulkan oleh kebijakan  pada keadaan sosial Masyarakat?

2. Alasan yang kedua untuk mengkaji kebijakan publik adalah karena alasan profesional.

Dalam hal ini, Don K.Price membuat pembedaan antara "tingkatan ilmiah" (the scientific estate) yang hanya menentukan pengetahuan dan "tingkatan profesional" (the profesional estate) yang berusaha menerapkan pengetahuan ilmiah kepada penyelesaian masalah-masalah sosial praktis. Disini kita tidak akan memberikan perhatian kepada masalah " apakah ilmuwan politik harus membantu dalam menentukan tujuan-tujuan kebijakan publik atau tidak? " Namun dalam bagian ini para ilmuwan politik hingga sampai saat ini belum sepakat. Karena beberapa ilmuwan politik setuju bahwa seorang ilmuwan dapat membantu menentukan tujuan-tujuan kebijakan publik, dan ilmuwan yang lain tidak setuju. Mereka yang tidak setuju beralasan bahwa, sebagai seorang ilmuwan mereka tidak mempunyai keahlian khusus untuk mengerjakan hal tersebut. 

James Anderson adalah salah satu ilmuwan yang mendukung pendapat pertama. Menurut Anderson, jika kita mengetahui sesuatu fakta-fakta yang membantu dalam membentuk kebijakan-kebijakan publik atau konsekuensi-konsekuensi dari kebijakan-kebijakan yang mungkin timbul, sementara kita dapat memberikan manfaat mengenai bagaimana individu-individu, kelompok-kelompok atau pemerintah dapat bertindak untuk mencapai tujuan-tujuan mereka, maka kita layak memberikan hal tersebut dan tidak layak berdiam diri. Dengan demikian, menurut Anderson, adalah sah bagi seorang ilmuwan, karena pengetahuan yang dimilikinya, memberikan saran-saran kepada pemerintah maupun pemegang otoritas pembuat kebijakan agar kebijakan yang dihasilkan mampu memecahkan persoalan dengan baik. 

3. Yang ketiga adalah alasan Politik
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa beberapa ilmuwan politik tidak sependapat. Dengan kata lain, ada yang berpendapat ilmuwan politik harus turut serta membantu menentukan kebijakan publik. Sementara ilmuwan politik yang lain menolaknya dengan tegas. Penolakan ini bukannya tidak beralasan. Mereka beralasan, cukuplah para ilmuwan hanya menganalisis, memberitahukan, dan membuat usulan saja. Dan tidak harus "ikut-ikutan" berpolitik. 

Hingga saat ini, tulisan-tulisan, makalah, hingga journal tentang kebijakan publik telah banyak beredar di berbagai pelosok dunia. Dan alasan yang mereka ajukan pun berbeda-beda. Hal ini menunjukkan bahwa evolusi kebijakan publik memang telah berkembang dengan pesat. Karena dengan berbagai alasan tersebut, studi tentang kebijakan publik seolah menjamur dengan berbagai pro-kontra sesuai perkembangan zaman. 

Dulu, seorang ilmuwan yang mempelajari dan menulis kebijakan-kebijakan pemerintah selalu di awasi. Bahkan jika diketahui analisisnya tidak berpihak kepada penguasa, maka penjara adalah bagiannya, atau mungkin lebih dari itu. Dengan kata lain, analisis lah yang baik-baiknya saja. Jika tidak, penjara bagianmu. 

Di era reformasi Indonesia saat ini contohnya. Namun anda dapat memberikan masukan bagaimana kebijakan-kebijakan tersebut apabila dibandingkan dengan kebijakan-kebijakan sebelum era reformasi. Apakah reformasi yang lebih mendukung studi kebijakan? atau hanya mendukung sekedar tulisan semata. 


Muhsin Al Hasani,S.Ip
sumber Buku : Kebijakan Publik, Teori, Proses, dan Studi Kasus
Oleh :
Prof. Dr. Budi Winarno,MA,PhD


Sekian



Thursday, September 18, 2014

sejarah undang-undang 1945 hingga era reformasi 2014

A. Pendahuluan

Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan (amandemen) yang ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR:
  1. Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999 → Perubahan Pertama UUD 1945
  2. Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus 2000 → Perubahan Kedua UUD 1945
  3. Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001 → Perubahan Ketiga UUD 1945
  4. Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002 → Perubahan Keempat UUD 1945

Ada penambahan pasal, dan beberapa poin yang telah dirubah di dalam UUD 1945. semua perubahan tersebut saat ini dikenal dengan istilah amandemen. Perubahan-perubahan tersebut bertujuan agar bisa menyesuaikan situasi dan kondisi yang ada pada warga Indonesia. Seperti dalam pasal 18 yang menyebutkan aturan-aturan pemerintahan daerah dan sebagainya.

ok sobat..

Terlepas dari semua perubahan itu, kita tentu ingin mengetahui latar belakang UUD 1945. Hal ini penting, sama pentingnya dengan dasar Negara kita yakni Pancasila. Dikatakan sebagai dasar nya Undang-undang disebabkan karena semua Undang-undang, peraturan, ampres, dan sebagainya, semuanya harus kembali kepada konsep UUD 1945.

B. Sejarah konsep  UUD 1945

UUD 1945 di awali dengan lahirnya BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang dibentuk pada tanggal 29 April 1945 adalah badan yang menyusun rancangan UUD 1945. Para anggota BPUPKI yang dilantik pada tanggal 28 Mei 1945 bersidang dalam dua tahap: pertama, dari tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945 untuk menetapkan dasar negara dan berhasil merumuskan Pancasila yang didasarkan pada pidato anggota Soekarno pada 1 Juni 1945, kedua, dari tanggal 10 sampai dengan 17 Juli 1945 yang berhasil membuat Undang-Undang Dasar (Harun Al Rasid, 2002).

1. Sidang Pertama 29 Mei hingga 1 Juni 1945

Pada masa sidang pertama yang berlangsung dari tanggal 29 Mei hingga 1 Juni 1945, Mr. Mohammad Yamin, Mr. Supomo, dan Ir. Sukarno. Mereka mengemukakan beberapa konsep dengan berbagai argumen. Dari keseluruhan konsep inilah nantinya yang akan menjadi cikal-bakal konsep dasar teks Pancasila yang kita kenal saat ini. Beberapa gagasan tersebut adalah seperti yang dikemukakan oleh :

1) Mr. Mohammad Yamin (29 Mei 1945)
Pemikirannya diberi judul ”Asas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia” dan mengusulkan dasar negara Indonesia merdeka yang intinya sebagai berikut:

  1. Peri kebangsaan;
  2. Peri kemanusiaan;
  3. Peri ketuhanan;
  4. Peri kerakyatan;
  5. Kesejahteraan rakyat.

2) Mr. Supomo (31 Mei 1945)

Pemikirannya berupa penjelasan tentang masalah-masalah yang berhubungan dengan dasar negara
Indonesia merdeka. Negara yang akan dibentuk hendaklah negara integralistik yang berdasarkan pada
hal-hal berikut ini:

  1. persatuan;
  2. kekeluargaan;
  3. keseimbangan lahir dan batin;
  4. musyawarah;
  5. keadilan sosial.

3) Ir. Sukarno (1 Juni 1945)

Pemikirannya terdiri atas lima asas berikut ini:

  1. kebangsaan Indonesia;
  2. internasionalisme atau perikemanusiaan;
  3. mufakat atau demokrasi
  4. kesejahteraan sosial;
  5. Ketuhanan Yang Maha Esa.

2. Sidang Kedua pada tanggal  10 sampai dengan 17 Juli 1945

Pada tanggal 22 Juni 1945, 38 anggota BPUPKI membentuk Panitia Sembilan yang terdiri dari 9 orang untuk merancang Piagam Jakarta yang akan menjadi naskah Pembukaan UUD 1945. Panitia Sembilan, terdiri dari Drs. Moh. Hatta, Mr. A. Subardjo, Mr. A. A. Maramis, Ir. Soekarno, KH. Abdul Kahar Moezakir, Wachid Hasyim, Abikusno Tjokrosujoso, H. Agus Salim, dan Mr.  Muh. Yamin. Panitia Sembilan berhasil membuat rancangan Preambule Hukum Dasar, yang oleh Mr. Muh. Yamin disebut dengan istilah Piagam Jakarta.

Setelah dihilangkannya anak kalimat "dengan kewajiban menjalankan syariah Islam bagi pemeluk-pemeluknya" maka naskah Piagam Jakarta menjadi naskah Pembukaan UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pengesahan UUD 1945 dikukuhkan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang bersidang pada tanggal 29 Agustus 1945. Naskah rancangan UUD 1945 Indonesia disusun pada masa Sidang Kedua Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI). Nama Badan ini tanpa kata "Indonesia" karena hanya diperuntukkan untuk tanah Jawa saja. Di Sumatera ada BPUPKI untuk Sumatera. Masa Sidang Kedua tanggal 10-17 Juli 1945. Tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengesahkan UUD 1945 sebagai Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.

3. Periode berlakunya UUD 1945 (18 Agustus 1945 - 27 Desember 1949)

Dalam kurun waktu 1945-1950, UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya karena Indonesia sedang disibukkan dengan perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Maklumat Wakil Presiden Nomor X pada tanggal 16 Oktober 1945 memutuskan bahwa KNIP diserahi kekuasaan legislatif, karena MPR dan DPR belum terbentuk. Tanggal 14 November 1945 dibentuk Kabinet Semi-Presidensial ("Semi-Parlementer") yang pertama, sehingga peristiwa ini merupakan perubahan pertama dari sistem pemerintahan Indonesia terhadap UUD 45.

4. Periode berlakunya Konstitusi RIS 1949 (27 Desember 1949 - 17 Agustus 1950)

Pada masa ini sistem pemerintahan indonesia adalah parlementer. Bentuk pemerintahan dan bentuk negaranya federasi yaitu negara yang di dalamnya terdiri dari negara-negara bagian yang masing masing negara bagian memiliki kedaulatan sendiri untuk mengurus urusan dalam negerinya. Ini merupakan perubahan dari UUD 45 yang mengamanatkan bahwa Indonesia adalah Negara Kesatuan.

5. Periode UUDS 1950 (17 Agustus 1950 - 5 Juli 1959)

Pada periode UUDS 50 ini diberlakukan sistem Demokrasi Parlementer yang sering disebut Demokrasi Liberal. Pada periode ini pula kabinet selalu silih berganti, akibatnya pembangunan tidak berjalan lancar, masing-masing partai lebih memperhatikan kepentingan partai atau golongannya. Setelah negara RI dengan UUDS 1950 dan sistem Demokrasi Liberal yang dialami rakyat Indonesia selama hampir 9 tahun, maka rakyat Indonesia sadar bahwa UUDS 1950 dengan sistem Demokrasi Liberal tidak cocok, karena tidak sesuai dengan jiwa Pancasila dan UUD 1945.

6. Periode kembalinya ke UUD 1945 (5 Juli 1959 - 1966)

Perangko "Kembali ke UUD 1945" dengan nominal 50 sen.Karena situasi politik pada Sidang Konstituante 1959 dimana banyak saling tarik ulur kepentingan partai politik sehingga gagal menghasilkan UUD baru, maka pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang salah satu isinya memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai undang-undang dasar, menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 yang berlaku pada waktu itu.Pada masa ini, terdapat berbagai penyimpangan UUD 1945, di antaranya:

Presiden mengangkat Ketua dan Wakil Ketua MPR/DPR dan MA serta Wakil Ketua DPA menjadi Menteri Negara. MPRS menetapkan Soekarno sebagai presiden seumur hidup.

7. Periode UUD 1945 masa orde baru (11 Maret 1966 - 21 Mei 1998)

Pada masa Orde Baru (1966-1998), Pemerintah menyatakan akan menjalankan UUD 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen.Pada masa Orde Baru, UUD 1945 juga menjadi konstitusi yang sangat "sakral", di antara melalui sejumlah peraturan:

  1. Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa MPR berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak akan melakukan perubahan terhadapnya.
  2. Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum yang antara lain menyatakan bahwa bila MPR berkehendak mengubah UUD 1945, terlebih dahulu harus minta pendapat rakyat melalui referendum.
  3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum, yang merupakan pelaksanaan TAP MPR Nomor IV/MPR/1983.

6. Periode 21 Mei 1998 - 19 Oktober 1999

Pada masa ini dikenal masa transisi. Yaitu masa sejak Presiden Soeharto digantikan oleh B.J.Habibie sampai dengan lepasnya Provinsi Timor Timur dari NKRI.

7. Periode Perubahan UUD 1945

Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena pada masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan di tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-pasal yang terlalu "luwes" (sehingga dapat menimbulkan multitafsir), serta kenyataan rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggara negara yang belum cukup didukung ketentuan konstitusi.

Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan di antaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta mempertegas sistem pemerintahan presidensial.

sumber referensi: 
  • http://www.empatpilarkebangsaan.web.id/
  • http://id.wikipedia.org/
  • Sejarah Indonesia blog

Saturday, August 16, 2014

sejarah perkembangan hukum administrasi Negara: konsep

A. Pendahuluan
Sejarah perkembangan Hukum administrasi negara. Topik ini sengaja saya pilih karena memang fokus website ini adalah administrasi publik dan hal-hal yang terkait dengannya. Hukum administrasi merupakan salah satu kajian dalam ilmu administrasi publik yang dulunya kita kenal sebagai administrasi negara. Dalam ulasan kali ini, saya tidak akan menjelaskan mengapa administrasi negara menjadi administrasi publik, karena ulasan tentang perbedaan kalimat ini telah saya jelaskan di halaman yang berbeda dalam website yang sederhana ini. 

Adapun yang menjadi fokus kita dalam ulasan kali ini adalah membahas apa dan mengapa harus ada kata "hukum" dalam administrasi negara. 

Administrasi Negara, sesuai dengan  latarbelakang dan perkembangannya telah beradaptasi dengan konsep-konsep kedaulatan rakyat dengan menjunjung tinggi hak-hak konstitusi dan perundangan setiap warga negara. Puncak dari paradigma tersebut, administrasi pun mengalami pergeseran kata, makna, dan konsep menjadi administrasi publik. Di Indonesia, administrasi negara fokus kepada administrasi eksekutif, legislatif, yudikatif, dan lembaga-lembaga pemerintah. Jadi, administrasi itu sendiri sebenarnya jika kita sederhanakan adalah proses-proses tata-laksana antara dua orang atau lebih yang memiliki tujuan, dan tujuan itu akan di capai dengan proses yang sistematis. 

Selain hal yang disebutkan di atas, seringkali kita mendengar administrasi pemerintah daerah. Pemerintah daerah sendiri berasal dari provinsi dan kabupaten dan kota madya. 

Banyaknya kegiatan-kegiatan dalam urusan pemerintah, seperti pelayanan publik yang di dalamnya ada perpajakan, kesehatan, sistem pendidikan, lalu lintas, sistem penganggaran, dan sebagainya, membuat situasi tersebut dipandang sebagai  sesuatu hal yang krusial, yang memerlukan undang-undang dan peraturan khusus sebagai payung hukum administrasi. Konsep inilah yang nantinya menjadi hukum administrasi Negara. Lalu apa sumber hukum administrasi negara? Ada dua sumber hukum administrasi Negara, yakni : Sumber hukum material, dan sumber hukum formal.
  1. Sumber hukum material, yaitu sumber hukum yang turut menentukan isi kaidah hukum.
  2. Sumber hukum formal, yaitu sumber hukum yang sudah diberi bentuk tertentu.
Untuk menjelaskan dua sumber hukum administrasi negara di atas, Attamimi (1990:345-346) merumuskannya sebagai berikut:
a. Asas-asas formal, dengan perincian :
  1. Asas tujuan yang jelas;
  2. Asas perlunya pengaturan;
  3. Asas organ/lembaga yang tepat;
  4. Asas materi muatan yang tepat;
  5. Asas dapatnya dilaksanakan;
  6. Asas dapatnya dikenali
b. Asas material
  1. Asas sesuai dengan cita hukum Indonesia dan norma fundamental Negara;
  2. Asas sesuai dengan hukum dasar negara;
  3. Asas sesuai dengan prinsip-prinsip Negara berdasar atas hukum;
  4. Asas sesuai dengan prinsip-prinsip pemerintahan berdasar konstitusi.
 B. Pengertian dan Konsep

Utrecht (1985) dalam bukunya Pengantar Hukum Administrasi Negara mengatakan bahwa Hukum Administrasi Negara ialah "himpunan peraturan –peraturan tertentu yang menjadi sebab, maka negara berfungsi". Dengan kata lain Hukum Administrasi Negara merupakan sekumpulan peraturan yang memberi wewenang kepada administrasi negara untuk mengatur masyarakat. 

Logemann memberikan pendapat bahwa, “Hukum Administrasi Negara adalah seperangkat dari norma-norma yang menguji hubungan Hukum Istimewa yang diadakan untuk memungkinkan para pejabat administrasi Negara melakukan tugas mereka yang khusus.”

Prof. Djokosutono, S.H., bahwa hukum administrasi negara adalah "hukum yang mengatur hubungan hukum antara jabatan-jabatan dalam negara dan para warga masyarakat, maka dapat disimpulkan bahwa obyek hukum administrasi negara adalah pemegang jabatan dalam negara itu atau alat-alat perlengkapan negara dan warga masyarakat".

De La Bascecoir Anan mengumakakn pendapat bahwa, “Hukum Administrasi Negara adalah himpunan peraturan-peraturan tertentu yang menjadi sebab Negara berfungsi atau bereaksi dan peraturan-peraturan itu mengatur hubungan-hubungan antara warga Negara dengan pemerintah".

Prof. Dr. Prajudi Atmosudirjo, S.H. (1994), berpendirian bahwa " tidak ada perbedaan yuridis prinsipal antara Hukum Administrasi Negara dan Hukum Tata Negara". Perbedaannya menurut Prajudi hanyalah terletak pada titik berat dari pembahasannya. Dalam mempelajari Hukum Tata Negara kita membuka fokus terhadap konstitusi negara sebagai keseluruhan, sedangkan dalam membahas Hukum Administrasi Negara lebih menitikberatkan perhatian secara khas kepada administrasi negara saja.


Selain itu, Hukum administrasi Negara secara umum harus memiliki kriteria-kriteria yang dikategorikan sebagai kriteria yang patut dan wajib. Diantaranya:
  1. Berorientasi kepada kesejahteraan masyarakat bukan kepada kekuasaan atau kewenangan semata sekaligus berorientasi kepada hasil (outcome) dan  bukan hanya kepada pemenuhan prosedur.
  2. Dibangun berdasar paradigma hukum yang mengabdi kepada kepentingan masyarakat dan bukan masyarakat yang harus mengabdi kepada hukum, dan dibangun berdasarkan kepercayaan  (based on trust) dan bukan kecurigaan (based on suspect)
  3. Membuka lebih besar pintu dan ruang partisipasi masyarakat yang mampu mendukung dinamika administrasi negara.
  4. Mampu memberikan rasa aman baik kepada masyarakat maupun administratur sebagai pertanggungjawaban administratur. 
  5. Pemahaman hukum sebagai satu kesatuan nilai kemanfatan (utility) dan bukan sekadar norma positif (legality)
C. Sejarah

Konsep negara kesejahteraan menjadi landasan kedudukan dan fungsi pemerintah dalam negara-negara modern. Negara kesejateraan merupakan antitesis dari konsep negara hukum formal (klasik), yang didasari oleh pemikiran untuk melakukan pengawasan yang ketat terhadap penyelenggaraan kekuasaan negara, khususnya eksekutif, yang pada masa monarki absolut telah terbukti banyak melakukan penyalahgunaan kekuasaan.

Pada zamannya, paham negara hukum formal/klasik sebenarnya juga merupakan suatu antitesis terhadap absolutisme kekuasaan yang antara lain terjadi di Prancis oleh rezim monarki absolut raja Louis XIV dan di Inggris oleh kekuasaan raja Charles II, yang bersifat menindas rakyat dan penuh penyalahgunaan kekuasaan. Disebabkan oleh keinginan untuk melakukan pengawasan yang ketat terhadap pemerintah yang dibentuk pasca revolusi Prancis, maka perlu dilakukan pemisahan kekuasaan secara tegas, agar terbentuk adanya check and balances dalam penyelenggaraan pemerintahan.

John Locke -- sumber : wikipedia
John Locke (1632-1704) dalam karya ilmiahnya Two Treatises on Civil Government (1690) antara lain menyatakan perlunya adanya pembagian kekuasaan atas pembentuk undang-undang (legislatif), kekuasaan pelaksana undang-undang, dan kekuasaan federatif. John Locke merupakan orang yang pertama kali memikirkan perlunya dilakukan pemisahan kekuasaan dalam sistem penyelenggaraan kekuasaan negara. Menurut Locke, tahap terbentuknya negara mengikuti 2 (dua) tahap:
  1. Tahap diadakannya pactum, unionis, yaitu perjanjian  antar individu untuk membentuk body politic, yaitu negara. Hal itu diperlukan supaya kebebasan dan hak asasi manusia yang satu jangan sampai melanggar kebebasan dan hak asasi manusia lainnya, maka mereka bersepakat untuk mengakhiri suatu keadaan alami tersebut dengan membentuk suatu organisasi body politic atau negara.
  2. Tahap pactum subyektionis, yaitu para individu menyerahkan hak dan kebebasannya kepada body politic, dengan tetap memegang hak-hak asasinya untuk melakukan pengawasan terhadap body politic tersebut supaya tidak melakukan penyalahgunaan wewenang
Locke menghubungkan bentuk negara dengan kekuasaan membentuk undang-undang (legislatif). Kekuasaan membentuk undang-undang ini merupakan kekuasaan tertinggi (supreme power). Apabila kekuasaan pembentuk undang-undang berada pada masyarakat (community), maka bentuk negaranya adalah demokrasi, apabila pada beberapa orang terpilih, maka bentuk negaranya adalah monraki. Locke cenderung menyerahkan kekuasaan pembentuk undang-undang tersebut kepada suatu dewan atau majelis.

Selanjutnya, Montesquieu dalam bukunya (l’esprit des Louis -1748) yang terlihat banyak mendapat pengaruh dari pemikiran Locke, mengatakan bahwa pembagian kekuasaan negara perlu dilakukan atas 3 macam, yaitu;

  1. Kekuasaan legislatif, yang membentuk undang-undang;
  2. Keuasaan yudikatif, yang menjatuhkan hukuman atas kejahatan dan memberikan putusan apabila terjadi peristiwa perselihan antar warga;
  3. Kekuasaan eksekutif, yang melaksanakan undang-undang, memaklumkan perang, mengadakan perdamaian dengan negara lain, menjaga tata tertib, menindas pemberontakan, dan sebagainya.

Pemisahan kekuasaan tersebut diperlukan untuk menjamin terlindunginya hak asasi warga negara dan mencegah terulangnya kembali kekuasaan absolut. Berdasarkan pemikiran-pemikiran awal mengenai pembagian kekuasaan negara tersebut berkembanglah pemikiran mengenai negara hukum.

FJ.Stahl--sumber : wikipedia
Secara garis besar, negara hukum versi eropa dan versi Anglo Saxon. Negara hukum formal klasik versi eropa diperkenalkan oleh FJ.Stahl dalam bukunya  Philosophie des Recht (1878), yang dipengaruhi oleh pemikiran liberal dari Rosseau. Unsur-unsur utama negara hukum formal/klasik meliputi:

  1. Pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia;
  2. Penyelenggaraan negara harus didasarkan atas teori trias politica supaya menjamin terlindunginya hak-hak asasi manusia tersebut;
  3. Penyelenggaraan pemerintahan didasarkan atas undang-undang (wetmatig bestuur).
Apabila dalam pelaksanaan kewenangannya pemerintah melanggar hak-hak asasi warga negara, maka harus ada pengadilan administrasi yang menyelesaikannya.

Pada negara-negara yang bercorak Anglo Saxon, konsep negara hukumnya dipengaruhi oleh the rule of law yang diperkenalkan oleh AV.Dicey, yang meliputi 3 unsur, yaitu:
  1. Supremasi dari hukum, artinya bahwa yang mempunyai kekuasaan tertinggi di dalam negara adalah hukum (kedaulatan);
  2. Persamaan kedudukan hukum bagi setiap orang;
  3. Konstitusi itu tidak merupakan sumber dari hak-hak asasi manusia, dan jika hak-hak asasi manusia itu diletakkan dalam konstitusi itu hanya sebagai penegasan bahwa hak asasi itu harus dilindungi. (kusnardi,dkk,1983:161)

Konsep anglo saxon hingga saat ini menjadi dasar adanya hukum administrasi negara. Di mulai dari konsep tentang Negara kesejahteraan, hingga konsep hukum tata negara.

Di abad ke-19 konsep hukum administrasi setelah perang dunia ke-2 mulai berkembang seiring dengan adanya berbagai tuntutan keadaan sosial masyarakat di saat itu. 

Sedangkan di Indonesia sendiri, perkembangan hukum administrasi negara di mulai sejak terbentuknya BPUPKI di Indonesia yang berisi tentang dasar negara dan peraturan perundangan yang berlaku hingga saat ini. 

Sekian.





    Thursday, August 14, 2014

    sejarah perkembangan kebijakan publik : studi dan analisis kepatutan

    Sejarah perkembangan kebijakan publik di dunia
     
    Sejarah perkembangan kebijakan publik. Judul ini sengaja saya suguhkan sebagai argumen tambahan yang tujuannya adalah untuk mengetahui bahwa kebijakan publik itu telah ada, dan diterapkan secara sistematis dalam bentuk peraturan sejak zaman dahulu. Dalam ulasan kali ini, rasanya saya tidak perlu menyajikan ulang tentang apa itu kebijakan publik, ruang lingkupnya, masalah-masalahnya, dan sebagainya. Karena untuk hal itu telah saya tulis dalam artikel tersendiri di halaman yang lain di dalam blog ini.


    Hammurabi Code -- sumber : wikipedia
    Kebijakan publik sebenarnya sudah ada sejak abad 18 SM. Namun ketika itu hanya dianggap sebagai kode, bukan Undang-undang yang sistematis seperti saat ini, atau peraturan-peraturan.Tapi kode-kodenya mengandung makna aturan-aturan yang disebut dengan  kode HAMMURABI. HAMMURABI sendiri berada di kota Mesopotamia Irak selatan. Kode ini ditulis oleh penguasa Babilonia pada abad 18 SM yang berisi tentang pengaturan ketertiban publik, tentang persyaratan sosial ekonomi untuk suatu pemukiman daerah urban, mengatur tentang hak milik, perdagangan, hubungan keluarga, perkawinan, kesehatan, masalah kriminal, dsb.

    Sekitar tahun 500-an sebelum masehi dalam sejarah peradaban Barat, zaman Yunani Kuno dianggap sebagai babak awal terhadap kajian-kajian tentang negara. Sebab pada zaman Yunani Kuno pada tahun 500-an SM itulah mulai muncul pemikiran-pemikiran tentang negara oleh para filofof seperti Plato dan Aristoteles. Namun setelah runtuhnya peradaban Yunani dan Romawi, dunia Barat memasuki abad kegelapan (dark ages) sekitar abad ke 5, dimana pemikiran tentang negara didominasi oleh gagasan Kristiani

    Kautilya sumber greatthoughtstreasury.com
    Sementara di dunia Timur tepatnya di India, dalam arthasastra yang ditulis kira-kira 321-300 SM oleh Kautilya, Perdana Menteri kerajaan Chandragupta Maurya juga telah mengemukakan pemikirannya tentang negara. Dalam bukunya itu, ia membentangkan teori tentang “ikan besar memakan ikan kecil” (fish law). Menurut penulis, teori yang dikemukakan Kautilya ini dapat mewakili pemikiran Hindu tentang negara. Berdasarkan teori yang dikemukakan Kautilya, dapat dipahami bahwa alasan adanya negara adalah untuk melindungi kelompok yang lemah dari ancaman kelompok yang lebih kuat. Negara diperlukan untuk mencegah terjadinya hukum rimba, dimana kelompok yang kuat menindas kelompok yang lemah. Dalam konteks ini pemikiran Hindu tentang negara bersifat “struktur-fungsional”. Artinya, eksistensi negara harus mampu memberikan perlindungan atas seluruh kehidupan sosial (ekonomi, politik, budaya dll) warga negaranya, terlepas dari latar belakang masyarakat yang ikut bergabung ke dalam negara tersebut.

    Hampir 1000 tahun berlalu dari masa kegelapan di Yunani, ilmu pengetahuan berkembang pesat di eropa sekitar abad 15 M. Para ilmuwan menemukan berbagai karya yang sangat-sangat bermanfaat bagi manusia hingga saat ini, seperti lampu yang di klaim ditemukan oleh Thomas alfa edison, teleskop di klaim ditemukan oleh Hans Lippershey Tahun 1608 namun belum ada hak paten, atau Galileo di tahun berikutnya yakni tahun 1609 Masehi dengan fungsi teleskop astronomis yang kita kenal saat ini, dan lain sebagainya.Banyaknya penemuan-penemuan itu membuat mereka membutuhkan sebuah regulasi (aturan) di setiap sektor bidang keilmuan mereka masing-masing. Gunanya untuk mengatur hak privasi dan hak cipta mereka.


    Harold D Laswell sumber: greatthoughtstreasury.com
    Pada abad ke-19 kontroversi seputar kebijakan publik semakin marak. Hal ini didasari atas pertanyaan apakah  Kebijakan publik sebagai bidang kajian dan dianggap sebagai ilmu pengetahuan. Kontroversi ini dianggap wajar, mengingat ketika itu studi tentang hal-hal yang beraroma pemerintahan, peraturan-peraturan,  sudah ada dalam ilmu sosial dan ilmu politik. Jadi pengertian kebijakan publik pun di masa itu belum dapat didefinisikan. Bahkan di abad ke-19 belum dikenal adanya istilah Policy Science (ilmu tentang kebijakan). Istilah Policy Science sendiri sebenarnya diperkenalkan oleh Harold D. Laswell. Sebagai catatan Harold D. Laswell bersama Myres S.McDougal merupakan ilmuwan politik yang dianggap sebagai pencetus teori-teori dalam studi komunikasi. Harold yang dilahirkan pada 13 Februari 1902 dan Wafat 18 Desember 1978 merupakan pengembang teori-teori ilmu sosial modern.
    Sejarah Perkembangan kebijakan Publik di Indonesia
     
    Lalu bagaimana lahirnya kebijakan publik di Indonesia?  Asumsi umum adanya kerajaan-kerajaan kuno di Indonesia sejak tahun 400-an merupakan bukti adanya kebijakan publik. Walaupun secara kontekstual belum tertulis dalam sejarah secara riil. Akan tetapi dalam sejarah yang umum ditemukan sejarah bahwa Mpu Tantular, Mpu Prapanca, adalah para pemikir yang kemudian menjadi penasehat raja di Majapahit sekitar abad ke 13 M. Hingga abad ke -18 hukum-hukum perdata karya Belanda menjadi konsumsi pendidikan pemuda Indonesia sebagai cikal-bakal ilmu kebijakan publik. Hingga saat ini. 


    Ilmuwan politik/ pemerintahan pada awalnya sedikit sekali yang tertarik untuk mengkaji kebijakan publik. Penyebabnya antara lain:

    1. Mereka menganggap bahwa telaah atau kajian kebijakan publik termasuk bidang ilmu administrasi, bukan ilmu politik / pemerintahan, mereka khawatir terjebak kepada analisis struktur dan teknis seperti banyak terjadi dalam ilmu administrasi publik. 
    2. Kurangnya informasi bahwa telaah mengenai kebijakan publik bisa menyajikan analisa dinamika sosial, ekonomi dan politik yang merupakan tuntutan politik.

    Tapi akhir-akhir ini ilmuwan politik semakin menaruh minat yang besar terhadap studi kebijakan publik. Hal ini disebabkan oleh revolusi teknologi dan komunikasi dan globalisasi sehingga terjadi gelombang demokratisasi yang menjalar terus ke berbagai negara termasuk indonesia. Kondisi ini mendorong terlibatnya aktor aktor baru dalam perumusan kebijakan publik. Kebijakan publik tidak lagi didominasi oleh segelintir elit politik yang tidak dapat di kritik, namun kini telah melibatkan semakin banyak warga negara dan kelompok-kelompok kepentingan. Dengan demikian pemerintah dihadapkan pada tuntutan-tuntutan yang semakin beragam. Globalisasi informasi telah melahirkan budaya kritis masyarakat sehingga pemerintah harus semakin responsif dan akomodatif.

    Dalam kasus di Indonesia, sejak jatuhnya rezim orde baru, proses politik dipengaruhi oleh pasang surutnya wacana demokrasi dan reformasi. Kebijakan-kebijakan publik masa lalu digugat, sementara kebijakan-kebijakan baru disusun untuk memecahkan persoalan-persoalan yang kini dihadapi oleh masyarakat Indonesia. Beberapa kebijakan pemerintah tersebut mendapatkan dukungan, namun tidak sedikit yang justru mendorong terjadinya resistensi dikalangan pejabat, kelompok-kelompok dalam masyarakat dan menimbulkan kontroversi. Kebijakan publik dalam hal restrukturisasi perbankan, perpajakan, menjadi salah satu contohnya.

    Studi kebijakan publik di Indonesia menjadi semakin penting dan menarik jika dikaitkan dengan wacana otonomi daerah yang kini tengah dijalankan. Pelaksanaan otonomi daerah tersebut diharapkan akan memberikan kesejahteraan kepada sebagian besar rakyat, namun dibalik harapan tersebut justru ada perasaan ke khawatiran. Otonomi daerah dikhawatirkan akan melahirkan “raja-raja kecil” di daerah yang tidak memperhatikan kesejahteraan rakyat.

    Dengan asumsi demikian, maka studi kebijakan publik dengan alasan profesional menjadi semakin dibutuhkan. Oleh karena itu, studi-studi kebijakan publik di indonesia diharapkan dapat memberikan rekomendasi bagi perbaikan kebijakan publik yang akan datang.

    Dalam analisa kebijakan publik dari sudut pandang politik  yang dipermasalahkan adalah antara lain “Bagaimana dampak suatu kebijakan publik terhadap kehidupan sosial politik masyarakat?” misalnya penurunan produksi beras bukan hanya karena telah kurang baiknya sistem penyaluran pupuk, irigasi, dan pestisida, tapi yang terpenting adalah karena tidak adanya komitmen pemerintah untuk menaikkan produksi beras.

    Jadi kebijakan publik itu harus dianggap sebagai dinamikanya politik atau pemerintahan.

    Untuk artikel selanjutnya, InsyaAllah saya akan bahas mengenai evolusi kebijakan publik sesuai dengan perkembangan jaman, kondisi sosial, dan sejarah ahli yang mengemukakannya.



    Saturday, August 9, 2014

    sejarah manajemen secara singkat

    A. Lahirnya Manajemen
    Manusia yang dianugerahi akal dan hawa nafsu menjadikannya sebagai makhluk yang mulia dan beradab.Atau sebaliknya malah menjadi makhluk hina dan durhaka. Dengan anugerah akal dan hawa nafsu tersebut, rasa ingin berbeda, berkembang, di akui, hingga ingin berkreasi seolah pencipta, menggiring manusia selalu berencana dan berusaha. 

    Paragraf di atas seolah menjawab bagaimana latar belakang lahir nya manajemen di muka bumi ini. Jika anda bertanya " masa cuma gitu doank?" ..

    yah menurut analisis saya memang seperti itu lah faktanya. Fakta bahwa lahirnya Manajemen untuk tumbuh menjadi Ilmu Manajemen yang ada saat ini disebabkan manajemen itu berasal dari manusia yang memiliki akal dan nafsu untuk melakukan apa yang menurutnya dapat membuatnya menjadi berkembang dan berbeda. Manusia berencana, berusaha, membuat visi-misi hidupnya. Sekalipun tidak tertulis secara sistematis layaknya makalah dan artikel. Artinya, dalam diri manusia secara individual sebenarnya fungsi manajemen itu telah ada sejak ia lahir ke dunia. Dengan kata lain, manusia itu menjadi manajer sekaligus anggota dalam dirinya.

    Lantas, jika kita kaitkan dengan teori ilmu manajemen, apakah akan berbeda? tentu tidak. Alasannya karena paragraf di atas hanya berlaku untuk pengertian manajemen secara harfiyah saja. Harfiyah maksud saya, karena pengertian manajemen tersebut secara etimologi hanya merupakan " Mengatur, Mengelola,Mengurus'.
    Untuk bahasan mengenai definisi atau pengertian manajemen, nanti akan saya bahas tersendiri.
    Kembali ke pokok bahasan, yaitu tentang sejarah manajemen. heheh
    Di atas telah saya uraikan bahwa lahirnya manajemen berasal dari diri dan ego pribadi manusia. Manajemen orang-perorang.Karena setiap orang adalah pemimpin bagi dirinya, untuk kemudian dapat memimpin selain dirinya  (orang lain )dengan baik.

    B. Sejarah Peradaban Manajemen

    Dalam sejarah peradaban, Manusia berada di muka bumi kira-kira 6000 tahun yang lalu. Walaupun berbagai aspek sejarah ada beberapa yang mengemukakan bahwa Manusia telah ada ratusan ribu tahun yang lalu di bumi. Pertumbuhan manusia yang pesat membuat adanya golongan-golongan yang membuat mereka mendirikan komunitas besar yang nantinya akan menjadi sebuah Negara. Akan lahir bangsa-bangsa, seperti bangsa Kana'an di zaman nabi Nuh, Bangsa Shadom di zaman Nabi Luth, Bangsa Mesir di zaman Nabi Ya'qub, dan sebagainya. Akan tetapi bukti adanya praktek manajerial yang besar baru ditemukan sejak zaman bangsa Mesir kuno yang berhasil membangun piramida. Ketika itu bangsa Mesir telah menerapkan manajemen konstruksi bangunan yang hingga saat ini belum tuntas diperbincangkan oleh para ahli.

    Bagaimana mereka membuat rancangan bangunan sebesar piramida? Hal tersebut memang harus kita akui sebagai mahakarya manusia yang patut di kagumi. Namun bukan itu yang menjadi bahasan kita. Bahasan yang menjadi topik kita adalah "apakah piramid dibangun oleh satu orang saja? atau lebih dari satu orang? "

    Dari aspek sejarah belum dapat dipastikan apakah memang alien ikut membantu mereka untuk mewujudkan bangunan piramida tersebut. Yang pasti adalah bahwa saat itu telah ada kerajaan, kekuasaan, kepemimpinan, dan adanya rakyat. Dengan beberapa aspek inilah tumbuhnya praktek manajemen yang terstruktur. Mereka merencanakan bentuk bangunan, mempekerjakan rakyat, di awasi, dikendalikan, kemudian diperhitungkan fungsi-fungsinya.

    Begitulah seterusnya manusia, bergeser lagi ke zaman yunani kuno, romawi, persia, semi modern, hingga saat ini, semua aspek-aspek unsur yang ada dalam manajemen sebenarnya tidak ada perubahan. Yang ada hanyalah pergeseran teori , hingga kita kenal ada teori manajemen klasik, teori manajemen semi modern, dan teori manajemen modern.
    InsyaAllah saya akan bahas juga teori-teori tersebut dalam satu bahasan yang spesifik lagi.

                                                                                   SEKIAN






    Popular Posts