Sukabumi, Jawa Barat muhsin@administrasipublik.com muhsin.alhasan

cinta indonesia, blog politik, share dan diskusi politik negeri, perkembangan politik, kebijakan politik, kebijakan ekonomi mikro dan makro, kebijakan pendidikan, peraturan terbaru, harga sembako, harga bbm, partai politik, pemilu tahun 2024, komisi pemilihan umum, bawaslu, disentralisasi, geopolitik

Friday, October 3, 2014

evolusi dalam studi kebijakan publik

Hello sobat blogger.. semoga tetap sehat, sukses,,

Sudah lama rasanya tidak update artikel di blog yang sederhana, dan pada kesempatan kali ini, saya ada sedikit semangat lagi untuk menulis. Kebetulan ada buku, dan sesuai dengan niat yang ada di hati,,

Evolusi Ilmu kebijakan Publik
Sebelumnya saya telah menulis sedikit mengenai sejarah kebijakan Publik. Dalam kesempatan ini sebagai lanjutan dari artikel tersebut, saya akan mengemukakan tumbuh dan berkembangnya kebijakan publik tersebut mengikuti kondisi kehidupan.
Para ilmuwan politik, dalam pengajaran dan penelitian mereka biasanya memiliki perhatian yang besar terhadap proses-proses politik, seperti proses legislatif atau pemilihan, atau elemen-elemen sistem politik. 

Bila kebijakan publik dipahami sebagai tindakan yang dilakukan oleh pemerintah, maka minat untuk mengkaji kebijakan publik telah berlangsung sejak lama, bahkan sejak Plato dan Aristoteles. Namun demikian, pada waktu studi mengenai kebijakan publik masih berpijak pada lembaga-lembaga Negara. Ilmu politik tradisional lebih menekankan pada studi-studi kelembagaan dan pembenaran filosofis terhadap tindakan-tindakan pemerintah, namun kurang menaruh perhatian terhadap hubungan antarlembaga tersebut dengan kebijakan-kebijakan publik.  Setelah itu, perhatian para ilmuwan politik mulai beranjak pada masalah proses dan pola tingkah laku yang berkaitan dengan pemerintahan dan aktor-aktor politik. Dengan adanya perubahan orientasi ini maka mulai ada anggapan bahwa ilmu politik mulai memberi perhatian kepada masalah-masalah pembuatan keputusan secara kolektif atau perumusan kebijakan. 

Dewasa ini, para ilmuwan politik mempunyai perhatian yang meningkat terhadap studi kebijakan publik-deskriptif, analisis dan penjelasan terhadap sebab-sebab dan akibat-akibat dari kegiatan pemerintah. Sebagaimana Thomas Dye mengatakannya dengan tepat, hal ini mencakup deskripsi tentang point-poin berikut ini:
  1. substansi kebijakan non-publik;
  2. penilaian terhadap dampak dari kekuatan-kekuatan lingkungan pada substansi kebijakan; 
  3. suatu analisis tehadap efek dari macam-macam aturan kelembagaan; 
  4. suatu penyelidikan terhadap konsekuensi-konsekuensi dari berbagai kebijakan publik bagi sistem politik; dan 
  5. suatu evaluasi terhadap dampak yang diinginkan dan dampak yang tidak diinginkan. 

Dengan demikian, orang diarahkan untuk mencari jawaban-jawaban terhadap pernyataan-pernyataan seperti: apakah substansi sebenarnya dari kebijakan pemberantasan korupsi? Apakah dampak kebijakan debirokratisasi dan deregulasi terhadap ekspor non-migas Indonesia? Bagaimana kebijakan DPR membantu membentuk kebijakan pertanian? Apakah pemilihan Umum mempengaruhi kebijakan publik? Siapa yang beruntung dan siapa yang rugi dengan adanya kebijakan pajak? 

Pertanyaan-pertanyaan seperti ini pada dasarnya ingin mencari jawaban mengapa para ilmuwan politik mempunyai perhatian besar terhadap studi kebijakan publik. 

Minat para ilmuwan politik untuk mengkaji kebijakan publik didasari alasan, seperti dapat di lihat dalam uraian Lester dan stewart maupun Anderson. Diantara dasar masalah dan alasan mereka adalah:

1. Mengapa ilmuwan tertarik mempelajari kebijakan publik? 

Maka alasannya adalah karena kebijakan publik sifatnya ilmiah. Kebijakan publik dapat dipelajari untuk memperoleh pengetahuan yang luas tentang asal muasalnya, proses perkembangannya, dan konsekuensinya bagi masyarakat. Pada gilirannya, hal ini akan menambah pengertian tentang sistem politik dan masyarakat secara umum. Dalam konteks seperti ini, maka kebijakan dipandang sebagai variabel terikat (dependent Variabel) maupun sebagai Variabel bebas (Independen Variabel). Jika kebijakan dipandang sebagai variabel terikat, maka perhatian kita akan tertuju kepada faktor-faktor politik dan lingkungan yang membantu menentukan substansi kebijakan. Misalnya, bagaimana kebijakan dipengaruhi oleh distribusi kekuasaan antara kelompok-kelompok penekan dan lembaga-lembaga pemerintah? atau bagaimana kebijakan memengaruhi dukungan bagi sistem politik? atau pengaruh apa yang ditimbulkan oleh kebijakan  pada keadaan sosial Masyarakat?

2. Alasan yang kedua untuk mengkaji kebijakan publik adalah karena alasan profesional.

Dalam hal ini, Don K.Price membuat pembedaan antara "tingkatan ilmiah" (the scientific estate) yang hanya menentukan pengetahuan dan "tingkatan profesional" (the profesional estate) yang berusaha menerapkan pengetahuan ilmiah kepada penyelesaian masalah-masalah sosial praktis. Disini kita tidak akan memberikan perhatian kepada masalah " apakah ilmuwan politik harus membantu dalam menentukan tujuan-tujuan kebijakan publik atau tidak? " Namun dalam bagian ini para ilmuwan politik hingga sampai saat ini belum sepakat. Karena beberapa ilmuwan politik setuju bahwa seorang ilmuwan dapat membantu menentukan tujuan-tujuan kebijakan publik, dan ilmuwan yang lain tidak setuju. Mereka yang tidak setuju beralasan bahwa, sebagai seorang ilmuwan mereka tidak mempunyai keahlian khusus untuk mengerjakan hal tersebut. 

James Anderson adalah salah satu ilmuwan yang mendukung pendapat pertama. Menurut Anderson, jika kita mengetahui sesuatu fakta-fakta yang membantu dalam membentuk kebijakan-kebijakan publik atau konsekuensi-konsekuensi dari kebijakan-kebijakan yang mungkin timbul, sementara kita dapat memberikan manfaat mengenai bagaimana individu-individu, kelompok-kelompok atau pemerintah dapat bertindak untuk mencapai tujuan-tujuan mereka, maka kita layak memberikan hal tersebut dan tidak layak berdiam diri. Dengan demikian, menurut Anderson, adalah sah bagi seorang ilmuwan, karena pengetahuan yang dimilikinya, memberikan saran-saran kepada pemerintah maupun pemegang otoritas pembuat kebijakan agar kebijakan yang dihasilkan mampu memecahkan persoalan dengan baik. 

3. Yang ketiga adalah alasan Politik
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa beberapa ilmuwan politik tidak sependapat. Dengan kata lain, ada yang berpendapat ilmuwan politik harus turut serta membantu menentukan kebijakan publik. Sementara ilmuwan politik yang lain menolaknya dengan tegas. Penolakan ini bukannya tidak beralasan. Mereka beralasan, cukuplah para ilmuwan hanya menganalisis, memberitahukan, dan membuat usulan saja. Dan tidak harus "ikut-ikutan" berpolitik. 

Hingga saat ini, tulisan-tulisan, makalah, hingga journal tentang kebijakan publik telah banyak beredar di berbagai pelosok dunia. Dan alasan yang mereka ajukan pun berbeda-beda. Hal ini menunjukkan bahwa evolusi kebijakan publik memang telah berkembang dengan pesat. Karena dengan berbagai alasan tersebut, studi tentang kebijakan publik seolah menjamur dengan berbagai pro-kontra sesuai perkembangan zaman. 

Dulu, seorang ilmuwan yang mempelajari dan menulis kebijakan-kebijakan pemerintah selalu di awasi. Bahkan jika diketahui analisisnya tidak berpihak kepada penguasa, maka penjara adalah bagiannya, atau mungkin lebih dari itu. Dengan kata lain, analisis lah yang baik-baiknya saja. Jika tidak, penjara bagianmu. 

Di era reformasi Indonesia saat ini contohnya. Namun anda dapat memberikan masukan bagaimana kebijakan-kebijakan tersebut apabila dibandingkan dengan kebijakan-kebijakan sebelum era reformasi. Apakah reformasi yang lebih mendukung studi kebijakan? atau hanya mendukung sekedar tulisan semata. 


Muhsin Al Hasani,S.Ip
sumber Buku : Kebijakan Publik, Teori, Proses, dan Studi Kasus
Oleh :
Prof. Dr. Budi Winarno,MA,PhD


Sekian



0 comments:

Post a Comment

Popular Posts