Sukabumi, Jawa Barat muhsin@administrasipublik.com muhsin.alhasan

cinta indonesia, blog politik, share dan diskusi politik negeri, perkembangan politik, kebijakan politik, kebijakan ekonomi mikro dan makro, kebijakan pendidikan, peraturan terbaru, harga sembako, harga bbm, partai politik, pemilu tahun 2024, komisi pemilihan umum, bawaslu, disentralisasi, geopolitik

Sunday, August 31, 2014

empat instrumen pemerintahan dalam hukum administrasi negara

A. Pendahuluan

Pelaksanaan fungsi pemerintahan dilakukan melalui penggunaan instrumen-instrumen pemerintahan. instrumen tersebut diperlukan agar fungsi pemerintahan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat dapat dilaksanakan secara efektif.
Istilah pemerintah dalam bahasa Inggris disebut dengan "government" dan Perancis "gouverenment" yang keduanya berasal dari perkataan latin "gubernaculum", artinya "kemudi", disalin dalam bahasa Indonesia kadang-kadang dengan "pemerintah" atau "pemerintahan" dan kadang-kadang juga dengan "penguasa" (Syafrudin,1993:2). Istilah pemerintah dalam negara hukum modern sering dipadankan dengan istilah dalam bahasa Belanda : "bestuur" kata ini dapat diartikan sebagai fungsi pemerintahan, yaitu fungsi penguasa yang tidak termasuk pembentukan undang-undang dan peradilan.
Pelaksanaan fungsi pemerintahan dapat dilakukan dengan mendayagunakan instrumen-instrumen pemerintahan. Instrumen-instrumen pemerintahan tersebut dapat diklasifikasikan : 

1. instrumen yuridis, merupakan instrumen yang meliputi peraturan - perundangan, atau kebijakan-kebijakan lain yang sifatnya otoritas pemerintah.
2. instrumen materiil; merupakan instrumen yang sifatnya bersifat materil. Seperti pengadaan barang dan jasa, pembiayaan pembangunan, dan sebagainya.
3. instrumen personil/kepegawaian; merupakan instrumen yang diadakan oleh pemerintah dalam memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan pegawai. Selain itu, pemerintah berhak mengangkat dan memberhentikan pegawai, atau mutasi. Setiap tahunnya penerimaan pegawai di batasi oleh kuota yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
4. instrumen keuangan negara; merupakan instrumen  pemerintah guna mengatur pengeluaran, pemasukan Negara. Dengan memperhitungkan berbagai kemungkinan terjadinya dampak moneter. Selain itu, instrumen ini juga berkaitan dengan rancangan anggaran belanja negara, pembiayaan daerah melalui perimbangan keuangan antara pusat dan daerah.
Untuk yang pertama, yakni instrumen yuridis memiliki 2 (dua) poin:
a. peraturan perundang-undangan (wet en regeling);
Sehubungan dengan penggunaan peraturan perundang-undangan sebagai salah satu instrumen pemerintahan, perlu diperhatikan adanya beberapa tingkatan norma hukum administrasi yaitu:
1. keseluruhan norma-norma hukum tata usaha Negara
2. pembentukan norma-norma hukum tata usaha Negara dalam masyarakat yang tidak hanya dapat dilakukan pembuat undang-undang (legislatif) dan badan-badan keadilan saja, tetapi juga oleh aparat pemerintah dalam hal ini badan atau jabatan tata usaha Negara.
Dan perlu sobat ketahui bahwa dalam ilmu hukum dikenal empat sifat norma hukum, yaitu:
  • Norma Umum abstrak, misalnya Undang-undang
  • Norma Individual konkret, misalnya KTUN (Ketetapan Tata Usaha Negara)
  • Norma umum konkret, misalnya rambu-rambu lalu lintas.
  • Norma individual abstrak, seperti misalnya :izin gangguang, izin bangunan, dsb.
B. peraturan kebijaksanaan (beleidsregel)
Merupakan salah satu sarana yang memberikan ruang gerak bagi pejabat atau badan administrasi Negara untuk melakukan tindakan tanpa harus terikat sepenuhnya pada undang-undang.
Ciri-ciri Peraturan Kebijaksanaan menurut Bagir Manan menyebutkan ciri-ciri peraturan kebijaksanaan sebagai berikut :
  1. Peraturan kebijaksanaan bukan merupakan peraturan perundang-undangan.
  2. Asas-asas pembatasan dan pengujian terhadap peraturan perundang-undangan tidak dapat diberlakukan pad peraturan kebijaksanaan.
  3. Peraturan kebijaksanaan tidak dapat diuji secara wetmatigheid, karena memang tidak ada dasar peraturan perundang-undangan untuk membuat keputusan peraturan kebijaksanaan tersebut.
  4. Peraturan kebijaksanaan dibuat berdasarkan  freies Ermessen dan ketiadaan wewenang administrasi bersangkutan membuat peraturan perundang-undangan.

C. Rencana ( het plan)
Perencanaan dibagi menjadi tiga kategori :
  1. Perencanaan informative
  2. Perencanaan indikatif
  3. Perencanaan operasional atau normative
Perencanaan operasional atau normative diantaranya:
  • Perencanaan berdasar waktu : perencanaan jangka panjang, menengah, pendek.
  • Perencanaan berdsar tempat : pperencanaan tingkat pusat, propinsi, kabupaten, ataupun rencana-rencana sektoral.
  • Perencanaan berdasar bidang hukum : rencana tata ruang, ekonomi, social, kesehatan, dan bidang-bidang lain.
  • Perencanaan berdasar sifatnya : sektoral, bidangnya, integral.
  • Perencanaan berdsar metodenya : perencanaan akhir dan perencanaan proses.
  • Perencanaan berdasar sarana : pelaksanaan sarana memerlukan instrument yuridis, financial, dan organisasi.
D. instrumen hukum keperdataan

sumber : tubasmedia.com
penggunaan instrumen hukum perdata merupakan konsekuensi dari paham negara kesejahteraan, yang menuntut pemerintah untuk mengupayakan kesejahteraan masyarakat. Dalam memenuhi tuntutan tersebut, organ pemerintah tidak cukup jika hanya menggunakan instrumen hukum publik, tetapi juga menggunakan instrumen keperdataan terutama guna mencapai efektivitas dan efisiensi pelayanan terhadap masyarakat.

Nah, penggunaan instrumen pemerintahan dalam rangka pelaksanaan fungsi pemerintahan harus bertumpu pada prinsip-prinsip Negara Hukum dan asas-asas yang mendasari masing-masing instrumen.

Friday, August 29, 2014

Pengertian administrasi publik menurut para ahli

Assalamu 'alaikum sobat yang budiman...
Kajian tentang administrasi publik memang bukan hal yang baru.Sudah lama sekali teori-teorinya ada dalam berbagai literatur tulisan-tulisan para ilmuwan. Namun di saat itu kajiannya lebih cenderung dimaknai sebagai administrasi Negara, dalam lingkup pemerintah sebagai eksekutif, dan legislatif. Di Indonesia, perubahan paradigma administrasi Negara menjadi administrasi publik di klaim setelah bergulirnya era reformasi pada akhir tahun 1998. Hal perubahan ini di tandai dengan adanya berbagai pergeseran di berbagai aspek. Seperti perubahan Undang-undang yang tadinya terkesan cenderung membatasi hak warga Negara, kebebasan berekspresi, ketahanan, pemerintahan daerah, dan sebagainya, hingga menjadi Undang-undang yang pro-rakyat, pro publik. Selain itu, pembahasan dan kajian administrasi publik pun mulai menyebar di berbagai universitas Indonesia yang berkonsentrasi dalam ilmu sosial dan ilmu politik.


Dalam administrasi publik, pokok-pokok kajian yang di bahas tak ubahnya seperti pokok-pokok yang di bahas dalam ilmu administrasi Negara. Seperti Sistem administrasi Negara republik Indonesia (SANRI), administrasi pembangunan, administrasi keuangan Negara dan daerah, sistem pemerintahan pusat dan daerah, kebijakan publik, sistem perencanaan keuangan daerah, dan masih banyak lagi.

 Untuk pengertiannya, ada beberapa gagasan yang kita cantumkan di artikel ini terkait pengertian administrasi publik (administrasi negara)
    A. Pengertian Administrasi Publik

    Woodrow Wilson : wikipedia
    Woodrow Wilson atau Thomas Woodrow Wilson (lahir di Staunton, Virginia, 28 Desember 1856 – meninggal di Washington, D.C., 3 Februari 1924 pada umur 67 tahun) adalah Presiden Amerika Serikat yang ke-28 (1913–1921). Beliau pernah menjelaskan" bahwa peran administrasi publik dapat menjadi positif dalam mengawal proses demokratisasi suatu Negara agar sampai pada tujuan yang dicita-citakan. Hal ini karena administrasi publik pada dasarnya berkaitan dengan masalah bagaimana menetapkan to do the right thing dan juga to do the things right. Dengan kata lain tidak saja administrasi publik berkaitan dengan cara-cara yang efisien dalam melakukan proses demokratisasi namun juga memiliki kemampuan dalam menetapkan tujuan proses demokratisasi itu sendiri, terutama berupa bentuk penyelenggaraan pelayanan publik yang efektif sebagai perwujudan dari penjaminan hak-hak konstitusional yang menjadi milik semua warga negara.

    Inti dari semua kalimat di atas adalah bahwa administrasi publik merubah paradigma power full Negara atas warganya dengan lebih mengedepankan sistem demokrasi.

    Berawal dari konsep yang ada dalam ilmu administrasi Negara, oleh Prof. Dr. Prajudi Atmosudirdjo sendiri menjelaskan bahwa: Administrasi Negara adalah fungsi bantuan penyelenggaraan dari pemerintah, artinya pemerintah (pejabat) tidak dapat menunaikan tugas –tugas kewajibannya tanpa Administrasi Negara. Berbeda dengan pendapat Prof. Prajudi,  Gerald Caiden dalam bukunya Public Administration, beliau menjelaskan bahwa Administrasi negara meliputi setiap bidang dan aktifitas yang menjadi sasaran kebijaksanaan pemerintah; termasuk proses formal dan kegiatan-kegiatan DPR, fungsi-fungsi yang berlaku dalam lingkungan pengadilan dan kegiatan-kegiatan dari lembaga militer. Sekedar informasi, Gerald E.Caiden adalah penulis yang membahas tentang reformasi administrasi dan administrasi publik. anda dapat membelinya secara online di amazon.com

    Mungkin anda tentunya penasaran dengan definisi administrasi publik, oleh sebab itu saya mengutip beberapa kutipan pendapat-pendapat para ahli, diantaranya adalah pendapat dari Chandler dan Plano (1988 : 29 ) mereka menjelaskan seperti berikut : administrasi publik adalah "suatu proses dimana sumberdaya dan personel publik di organisir dan dikoordinasikan untuk memformulasikan, mengimplementasikan, dan mengelola keputusan dan kebijakan publik".

    Rosenbloom : administrasi publik yaitu pemanfaatan teori dan proses manajemen, politik, dan hukum untuk memenuhi mandat pemerintah dalam rangka fungsi pengaturan pelayanan masyarakat.

    Menurut Chandler dan Plan Administrasi negara adalah proses dimana sumber daya dan personel publik diorganisir dan dikoordinasikan untuk memformulasikan, mengimplementasikan, dan mengelola keputusan-keputusan dalam kebijakan publik.
    Sedangkan arti dari publik adalah sejumlah manusia yang memiliki kebersamaan berfikir, perasaan, harapan, sikap, dan tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-nilai norma yang meraka miliki. (Inu Kencana Syafiie, 2006).
    Hal senada juga disampaikan oleh Shafritz dan Russel (2003), bahwa berbicara tentang administrasi publik pasti berkenaan dengan aksi-aksi pemerintah dalam mengelola urusan-urusan publik (public affairs) atau implementasi kebijakan publik.

    Dari aspek politik, administrasi publik adalah apa yang dilakukan oleh pemerintah (what government does). Disini, administrasi publik adalah segala aktivitas pemerintah yang mempengaruhi kehidupan keseharian masyarakat, baik pada ruang lingkup nasional maupun daerah.

    Dari aspek legal, administrasi publik ada dan dibatasi oleh instrumen hukum. Administrasi publik kemudian dimaknai sebagai hukum dalam tindakan dan secara inheren merupakan pelaksanaan atau eksekusi hukum publik. Administrasi tidak dapat ada tanpa fondasi legal. Di Indonesia, peraturan tertinggi adalah UUD 1945. Karenanya, semua legislasi yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945. Demikian juga, segala sesuatu yang dilakukan oleh Presiden harus mendapat persetujuan dari legislatif.

    Administrasi publik juga dapat dilihat sebagai suatu okupasi, yakni pekerjaan apapun yang dilakukan oleh birokrat; sebagai fisikawan, arsitek, dokter, dan sebagainya.

    Friday, August 22, 2014

    faktor yang mempengaruhi keefektifan implementasi kebijakan publik

    Salam sobat, semoga sukses,,

    A. Pendahuluan

    Sebelumnya saya telah mengulas kajian implementasi kebijakan publik menurut para ahli, dan artikel yang sederhana inipun saya sajikan kembali untuk melanjutkan pembahasannya. Kajian kebijakan publik memang sangat kompleks dan dinamis. Artinya perubahan-perubahan teorinya akan berubah sejalan dengan perubahan kebijakan yang akan diwujudkan. Sekalipun memang kita akui bahwa teori kebijakan publik dasar-dasarnya sudah ada sejak zaman dulu.

    B. Faktor Hambatan dan Peluang

    Keberhasilan dan kegagalan implementasi kebijakan publik tergantung sejauhmana para aktor kebijakan memahami dan menerapkan analisis mereka. Karena pada dasarnya tidak ada satupun kebijakan yang dapat dikatakan berhasil seratus persen. Akan tetapi ada beberapa faktor yang perlu kita bahas disini terkait hambatan implementasi kebijakan publik dan peluang-peluang keberhasilannya. Diantaranya adalah:


    1) Isi kebijakan

    Kegagalan implementasi disebabkan oleh samarnya isi dari kebijakan, yaitu:
    1. Tujuan yang tidak cukup terperinci
    2. Sarana-sarana dan penetapan prioritas yang tidak jelas (tidak ada)
    3. Program kebijakan yang terlalu umum atau sama sekali tidak ada, dsb.
    2) Kurang informasi

    Kekurangan informasi mengakibatkan adanya gambaran yang kurang lengkap atau kurang tepat, baik mengenai pelaksana, isi kebijakan yang akan dilaksanakan dan hasil-hasil kebijakan. Struktur komunikasi antara organisasi pelaksana dan objek kebijakan. Objek kebijakan (kelompok sasaran) tidak cukup mengetahui kemungkinan-kemungkinan yang diberikan oleh pemerintah atau tentang kewajiban-kewajiban yang harus mereka penuhi.

    3) Kurang Dukungan

    Dukungan yang kurang sebelum atau sesudah adanya implementasi kebijakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu kebijakan. Hal ini disebabkan oleh adanya beberapa penolakan, ketidaksetujuan, atau indikasi perlawanan dari beberapa pihak, baik itu parlemen legislatif selaku aktor pembuat kebijakan, atau masyarakat sebagai objek kebijakan yang umum.

    4) Adanya Pembagian potensi
    • Pembagian potensi diantara aktor-aktor yang terlibat dalam pelaksanaan;
    • Struktur dari organisasi pelaksana (pembagian wewenang dan tanggungjawab kurang disesuaikan dengan pembagian tugas, atau ditandai oleh pembatasan-pembatasan yang kurang jelas.
    Charles O. Jones Book's: amazon.com
    C. Faktor hambatan dan pendukung implementasi kebijakan menurut ahli

    Charles O’Jones (Pengantar kebijakan Publik,1994) berpendapat bahwa "implementasi kebijakan dimaksudkan untuk mengoperasikan sebuah program". Dalam hal ini, Charles berpendapat bahwa ada Tiga kegiatan sebagai pilar pendukung implementasi kebijakan publik:
    1. Organisasi : pembentukan atau penataan kembali sumber daya, unit-unit serta metode untuk menjadikan program berjalan.
    2. Interpretasi : menafsirkan agar program menjadi rencana dan pengarahan yang tepat dan dapat diterima serta dilaksanakan.  
    3. Aplikasi : ketentuan rutin dari pelayanan, pembayaran atau lainnya yang disesuaikan dengan tujuan atau perlengkapan program.
    Donald P. Warwick dalam bukunya integrating planning and implementation : a transactional Approach (1979) mengemukakan bahwa untuk lebih memahami berbagai masalah pada tahap pelaksanaan suatu rencana atau kebijakan, keterkaitan antara perencanaan dan implementasi tak dapat diabaikan. Proses perencanaan itu sendiri tidak dapat dilihat sebagai suatu proses yang terpisah dengan pelaksanaan. Pada tahap implementasi berbagai kekuatan akan berpengaruh baik faktor yang mendorong atau memperlancar, atau kekuatan yang menghambat pelaksanaan program.

    a) Tahap perencanaan
    1. Kemampuan staf perencana
    2. Kemampuan organisasi perencana
    3. Kemampuan teknik analisis
    4. Mutu informasi yang dibutuhkan

    b) Tahap implementasi program dan proyek-proyek
    1. Kondisi-kondisi atau faktor-faktor pendorong
    2. Komitmen pimpinan politik
    3. Kemampuan organisasi pelaksana
    4. Komitmen para pelaksana
    5. Dukungan dari kelompok kepentingan

    c) Kondisi-kondisi atau faktor-faktor penghambat
    1. Banyaknya “pemain”
    2. Terdapat komitmen atau loyalitas ganda
    3. Kerumitan yang melekat pada proyek-proyek itu sendiri (faktor teknis, faktor ekonomi, pengadaan bahan dan aktor pelaku pelaksana atau masyarakat.
    4. Jenjang pengambilan keputusan yang terlalu banyak 
    5. Faktor lain: waktu dan perubahan kepemimpinan

    Menurut Gordon Chase, hambatan utama dalam implementasi program pelayanan terhadap masyarakat, dapat dibedakan dalam 3 kategori, yaitu;
    1. Masalah-masalah yang timbul karena kebutuhan operasional yang melekat pada program itu sendiri;
    2. Masalah-masalah yang timbul dalam kaitan dengan sumber daya yang dibutuhkan guna pelaksanaan program tersebut;
    3. Masalah-masalah lain yang timbul karena keterkaitan dengan organisasi atau birokrasi lainnya, yang diperlukan dukungan, bantuan dan persetujuan guna pelaksanaan program tersebut.
    Lebih lanjut, Gow dan Morss (dalam Yeremis T. Keban, Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik:Konsep, Teori Dan Isu, 2004)  berbagai hambatan dalam implementasi kebijakan publik diantaranya adalah :
    1. Hambatan politik, ekonomi dan lingkungan
    2. Kelemahan institusi
    3. Ketidakmampuan SDM di bidang teknis administratif
    4. Kekurangan dalam bantuan teknis
    5. Pengaturan waktu
    6. Sistem informasi yang mendukung
    7. Perbedaan agenda tujuan antara aktor
    8. Kurangnya desentralisasi dan partisipasi
    9. Dukungan yang berkesinambungan
    D.L.Weimer dan Aidan R.Vining (policy Analysis: concept and practise,1999) terdapat 3 (tiga) faktor umum yang mempengaruhi keberhasilan implementasi, yaitu:
    1. Logika yang digunakan oleh suatu kebijakan, dengan kata lain, seberapa benar teori yang dijadikan sebagai landasan kebijakan tersebut, atau seberapa jauh hubungan logis antara kegiatan-kegiatan yang dilakukan dengan tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan;
    2. Hakekat kerjasama yang dibutuhkan, yaitu apakah semua pihak yang terlibat dalam kerjasama telah merupakan suatu assembling yang produktif;
    3. Ketersediaan sumberdaya manusia yang memiliki kemampuan, komitmen untuk mengelola pelaksanaannya
    sumber: ChristopherHood.net
    Christopher Hood ( dalam wayne parsons, public policy: pengantar teori dan praktik analisis kebijakan,2005) mengemukakan lima kondisi atau syarat untuk implementasi yang sempurna:
    1. Bahwa implementasi ideal itu adalah produk dari organisasi yang padu seperti militer, dengan garis otoritas yang tegas;
    2. Bahwa norma-norma akan ditegakkan dan tujuan ditentukan;
    3. Bahwa orang akan melaksanakan apa yang diminta dan diperintahkan;
    4. Bahwa harus ada komunikasi yang sempurna di dalam dan diantara organisasi;
    5. Bahwa tidak ada tekanan waktu.
    Oleh sebab itu, Benny Hjern dan David O. Porter (implementation Structures : a new of administrative analysis,1981)  mengemukakan, bahwa implementasi seharusnya di analisis dalam konteks “ struktur institusional” yang tersusun dari “serangkaian” aktor dan organisasi. Program dapat dilihat sebagai sesuatu yang diimplementasikan dalam “kumpulan organisasi”. Sebuah program akan melibatkan banyak organisasi, organisasi lokal maupun organisasi nasional, organisasi swasta, organisasi bisnis, organisasi buruh, dsb. Program tidak dapat diimplementasikan oleh satu organisasi saja, tetapi harus melalui matriks atau serangkaian kumpulan organisasi.


    Wednesday, August 20, 2014

    kajian implementasi kebijakan publik menurut para ahli

    Assalamu 'alaikum Sobat...

    A. PENDAHULUAN

    Kajian implementasi kebijakan publik menurut para ahli. Inilah judul yang saya pilih guna memudahkan anda yang butuh referensi atau sekedar ingin mampir untuk mengetahui beberapa hal  mengenai teori implementasi kebijakan publik. Sebelum artikel ini, beberapa topik yang erat kaitannya dengan studi kebijakan publik telah saya buatkan rubriknya secara khusus di blog ini. Diantara artikel yang sangat erat kaitannya dengan judul di atas adalah bahasan mengenai Model-model analisis kebijakan Publik. kata "erat kaitannya" sengaja saya tuliskan agar dua artikel kajian implementasi dan model analisis dapat anda ketahui perbedaannya. Perbedaan yang saya maksud berdasarkan teori dasar yang menyatakan bahwa teori dan model tidaklah sama dalam uraian studi kebijakan publik. Ingat ya? "dalam uraian studi kebijakan publik". Dalam studi kebijakan publik teori harus berlandaskan kepada model. Bukan teori dulu kemudian model. Karena penentuan model sangat membantu guna mendalami teori kebijakan publik yang dinamis. Mengenai bahasan ini anda dapat menemukannya dalam buku-buku kajian kebijakan publik, diantaranya buku Prof.Dr. Budi Winarno, yang mana saya sendiri menjadikannya referensi yang terdepan, tanpa mengesampingkan buku-buku para ahli kebijakan yang lain.

    Sebelum mengulas kajian implementasi kebijakan publik, saya akan menguraikan sedikit mengenai Kebijakan publik dalam praktik ketatanegaraan dan kepemerintahan yang pada hakikatnya bertujuan untuk membuat suatu rumusan yang jelas dan terarah guna mengatur perihal kehidupan rakyat agar lebih baik. Apa itu kebijakan publik? Jika ingin mengulasnya kembali sobat bisa menjenguk ulasan saya di halaman yang lain dalam blog ini tentang pengertian kebijakan publik. Ok, Jika anda ingin mengetahui bagaimana implementasi kebijakan yang baik, anda harus mengetahui terlebih dahulu bahwa Kebijakan publik berpedoman kepada tiga hal berikut, yaitu:

    1. Bagaimana merumuskan kebijakan publik? Rumusan itu sendiri seringkali diistilahkan sebagai formula, formulasi, atau tahapan. Dalam studi kebijakan publik, formulasi  adalah rumusan-rumusan yang di lalui dengan beberapa tahapan. Seperti mendeteksi isu-isu sosial, melihat fenomena yang sedang ramai dibicarakan di masyarakat, dan sebagainya. Setiap tahapan ini akan selalu diterapkan manakala anda menjadi pembuat kebijakan,baik di lingkungan masyarakat, atau bahkan di tempat anda bekerja, semuanya butuh tahapan, dengan cara mendeteksi masalah-masalah dulu, kemudian membuat peringkat mana yang harus diprioritaskan, apa yang harus diperbuat, dan putuskan apa langkah selanjutnya. Maksud dari tahapan-tahapan yang saya sebutkan di atas keseluruhannya akan bermuara kepada satu kesimpulan, yakni  untuk menyusun draft kebijakan dalam bentuk peraturan dan perundangan dengan melalui tahapan-tahapan yang dirumuskan. Akan tetapi formulasi disini bukan sebagai hierarki (tingkatan), namun yang dimaksud adalah rumusan-rumusan yang berjenjang, sesuai dengan yang saya jelaskan di atas, dan harus sesuai dengan mayoritas masyarakat selaku objek kebijakan jika anda  ingin kebijakan yang anda berlakukan saat itu lebih maksimal dan minim resiko.
    2. Bagaimana implementasi kebijakan tersebut sesudah diberlakukan? Implementasi kebijakan publik merupakan proses kegiatan adminsitratif yang dilakukan setelah kebijakan ditetapkan dan disetujui. Kegiatan ini terletak di antara perumusan kebijakan dan evaluasi kebijakan. Implementasi (penerapan) suatu kebijakan tidak akan terlepas dari isu dan pro-kontra. Walaupun dianggap telah meliputi aspek situasi dan kondisi yang umum di masyarakat. Adanya gejolak penolakan kenaikan harga dasar tarif listrik, harga BBM, atau harga bahan pokok, merupakan hal yang lumrah dan memang beresiko. Karena tak ada kebijakan yang tidak beresiko. Implementasi kebijakan merupakan tahapan yang sangat penting dalam proses kebijakan. Artinya implementasi kebijakan menentukan keberhasilan suatu proses kebijakan dimana tujuan serta dampak kebijakan dapat dihasilkan.
    3. Bagaimana kebijakan publik tersebut dievaluasi? Kebijakan publik setelah penerapannya harus lah minim resiko dan penolakan. Atau kebijakan tersebut harus memang diperkirakan akan lebih banyak membawa manfaat dari pada ruginya. Oleh sebab itulah setiap aturan-aturan, atau undang-undang, PERDA, atau INPRES membutuhkan analisis yang baik guna mengevaluasi setiap kekurangan atau ketidaksesuain dengan konteks situasi dan kondisi saat diberlakukannya beberapa waktu.

    B. DEFINISI

    Buku referensi yang sebaiknya anda miliki
    Jika kita berbicara mengenai implementasi kebijakan publik, maka akan kita temukan bahwa makna implementasi kebijakan itu adalah usaha, atau tindakan-tindakan yang dilakukan untuk mengubah keputusan menjadi tindakan yang sifatnya operasional bukan hanya sekedar administratif. Hal yang senada dijelaskan oleh Van Meter dan Van Horn dalam Budi Winarno (2005:102) bahwa implementasi kebijakan publik sebagai: ”Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh organisasi publik yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan sebelumnya. Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah keputusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai perubahan-perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan”.

    Dengan kata lain, implementasi kebijakan merupakan draft kebijakan yang berubah wujud menjadi tindakan yang sifatnya operasional. Sedangkan yang di maksud dengan organisasi publik adalah  legislatif dan eksekutif.

    Erwin Hargrove Book's should you buy  Please
    Erwin Hargrove (1975) dengan bukunya The Missing link : The Study of Implementation of Social Policy menyatakan selama ini studi kebijakan publik hanya menitik-beratkan pada studi tentang proses pembuatan kebijakan dan studi –studi tentang evaluasi, tapi mengabaikan permasalahan-permasalahan pengimplementasian. Dan memang situasi dan kondisi kebijakan publik di Indonesia demikian halnya. Rumuskan,susun,dan evaluasi. Yah itu saja. Karena aktor pembuat kebijakan lebih banyak memandang bahwa implementasi sudah termasuk kategori pembahasan di saat adanya evaluasi. Padahal secara teknis, kajian mengenai implementasi  kebijakan dipandang sangat perlu. Karena setiap kebijakan yang telah diterapkan harus di manage secara sistematis, harus terlibat langsung ke lapangan. Oleh sebab itulah muncul teori-teori yang membahas tentang implementasi kebijakan publik. Agar kebijakan tersebut  lebih terarah, tepat sasaran, dan yang lebih diharapkan lagi adalah mengetahui kelemahan dan kekurangan kebijakan tersebut. Baru setelah itu akan sangat dimungkinkan apakah kebijakan tersebut akan di evaluasi atau bahkan di revisi.

    Grindle dalam bukunya yang berjudul  Politics and Policy Implementation in The Third Word (1980), mengatakan bahwa dalam mengimplementasikan sebuah kebijakan tergantung pada content (isi) dan contextnya, dan tingkat keberhasilannya tergantung pada  kondisi 3 komponen variabel sumberdaya implementasi yang diperlukan. Hal ini sejalan dengan penelitian implementasi kebijakan publik jika memusatkan perhatiannya pada:

    a. Jenis dan isi kebijakan.
    Hal ini sangat berpengaruh sekali terhadap keberhasilan suatu kebijakan yang diterapkan. Tatkala jenis dan isi kebijakan secara bersamaan sejalan dengan situasi dan kondisi, aspek sosial masyarakat, agama, dan ras, tentunya kebijakan tersebut boleh disebut kebijakan yang minim resiko penolakan.

    b.Organisasi pelaksana dan sumberdayanya. Kedua hal ini tentunya juga memiliki pengaruh besar dalam kesuksesan suatu kebijakan. Berhasil atau gagal. Di terima atau di tolak. Sesuai atau tidak. Semuanya itu tergantung sumberdaya dan organisasi aktor kebijakan publik. Yang mana lembaga legislasi harus benar-benar berkompetensi demi mewujudkan aturan baru dan diterima. Selain itu, faktor analisis dalam hal ini menjadi penentu. Jika salah menanggapi isu seputar masalah-masalah publik, maka hasilnya pun akan jauh dari harapan. Seperti ketidak-sesuaian dengan situasi kondisi mayoritas publik, sehingga memunculkan gejolak di masyarakat yang berakhir dengan demo anarkis. Oleh sebab itulah  tak heran jika ada undang-undang yang belum genap berumur setahun sudah di revisi.

    c.Pelaksana kebijakan (people): disebut juga sebagai objek kebijakan. Yang terdiri dari orang-perorangan, atau kelompok sosial.

    C. MODEL PROSES IMPLEMENTASI KEBIJAKAN


    Donald Van Meter: sumber linkedin
    Model proses implementasi kebijakan seperti yang ditawarkan oleh Van Meter dan Van Horn dengan menggunakan pendekatan yang menghubungkan antara variabel independen dan dependen. Anda masih ingat dengan apa yang dimaksud dengan variabel? apa yang di maksud independen dan dependen? . Izinkan saya menjelaskan secara nalar saya saja. Ok? bahwa variabel adalah objek, atau sesuatu yang akan di bahas. Dan yang di bahas itu adalakanya menjadi faktor X dan adakalanya faktor Y. Independen adalah variabel bebas, sedangkan dependen adalah terikat.

    Carl.E Van Horn - sumber : media.philly.com
    Maksudnya, bahwa dalam proses implementasi kebijakan adakalanya faktor tersebut sebagai faktor X yang dianggap sebagai faktor masalah dari faktor Y. Atau faktor X bisa jadi merupakan faktor pendukung bagi faktor Y. Seperti misalnya implementasi kebijakan atas kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM). BBM adalah faktor Y, sedangkan faktor yang menjadikan BBM tersebut mengalami kenaikan adalah faktor X. Faktor X inilah nantinya yang akan di kaji. Karena dianggap sebagai faktor masalah, atau bahkan menjadi faktor pendukung. Namun perlu anda catat, ini hanya simulasi percontohan. Tapi tidak akan jauh berbeda dengan penjelasan di bawah ini.

    Untuk menentukan variabel model-model kajian implementasi kebijakan, diperlukan beberapa konsep yang sistematis. Agar tidak terkesan asal-asalan, atau sekedar tebak-tebakan. Variabel ini sangat berguna dalam memahami model proses implementasi kebijakan, diantaranya adalah :
    1. Ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan 
    2. Sumber-sumber kebijakan
    3. Komunikasi antar organisasi dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan
    4. Karakteristik badan-badan pelaksana
    5. Kondisi-kondisi sosial dan politik
    6. kecenderungan pelaksana (implementor)
    7. Kaitan antara komponen-komponen model
    Bagi para analis kebijakan, ke-tujuh poin di atas sangat dianjurkan untuk di telaah, agar nantinya mengetahui sejauhmana efektivitas dan manfaat suatu kebijakan yang telah di-implementasikan. Caranya seperti yang telah saya tuliskan di atas. Misalnya Implementasi kebijakan kenaikan harga BBM kita sebut sebagai faktor Y. Silahkan analisis faktor X nya. Dengan cara menganalisis satu demi satu ke -tujuh poin di atas. Seperti ukuran dasar dan tujuan kebijakannya apa? sumbernya apa? terus saja hingga poin ke-tujuh.

    Saturday, August 16, 2014

    sejarah perkembangan hukum administrasi Negara: konsep

    A. Pendahuluan
    Sejarah perkembangan Hukum administrasi negara. Topik ini sengaja saya pilih karena memang fokus website ini adalah administrasi publik dan hal-hal yang terkait dengannya. Hukum administrasi merupakan salah satu kajian dalam ilmu administrasi publik yang dulunya kita kenal sebagai administrasi negara. Dalam ulasan kali ini, saya tidak akan menjelaskan mengapa administrasi negara menjadi administrasi publik, karena ulasan tentang perbedaan kalimat ini telah saya jelaskan di halaman yang berbeda dalam website yang sederhana ini. 

    Adapun yang menjadi fokus kita dalam ulasan kali ini adalah membahas apa dan mengapa harus ada kata "hukum" dalam administrasi negara. 

    Administrasi Negara, sesuai dengan  latarbelakang dan perkembangannya telah beradaptasi dengan konsep-konsep kedaulatan rakyat dengan menjunjung tinggi hak-hak konstitusi dan perundangan setiap warga negara. Puncak dari paradigma tersebut, administrasi pun mengalami pergeseran kata, makna, dan konsep menjadi administrasi publik. Di Indonesia, administrasi negara fokus kepada administrasi eksekutif, legislatif, yudikatif, dan lembaga-lembaga pemerintah. Jadi, administrasi itu sendiri sebenarnya jika kita sederhanakan adalah proses-proses tata-laksana antara dua orang atau lebih yang memiliki tujuan, dan tujuan itu akan di capai dengan proses yang sistematis. 

    Selain hal yang disebutkan di atas, seringkali kita mendengar administrasi pemerintah daerah. Pemerintah daerah sendiri berasal dari provinsi dan kabupaten dan kota madya. 

    Banyaknya kegiatan-kegiatan dalam urusan pemerintah, seperti pelayanan publik yang di dalamnya ada perpajakan, kesehatan, sistem pendidikan, lalu lintas, sistem penganggaran, dan sebagainya, membuat situasi tersebut dipandang sebagai  sesuatu hal yang krusial, yang memerlukan undang-undang dan peraturan khusus sebagai payung hukum administrasi. Konsep inilah yang nantinya menjadi hukum administrasi Negara. Lalu apa sumber hukum administrasi negara? Ada dua sumber hukum administrasi Negara, yakni : Sumber hukum material, dan sumber hukum formal.
    1. Sumber hukum material, yaitu sumber hukum yang turut menentukan isi kaidah hukum.
    2. Sumber hukum formal, yaitu sumber hukum yang sudah diberi bentuk tertentu.
    Untuk menjelaskan dua sumber hukum administrasi negara di atas, Attamimi (1990:345-346) merumuskannya sebagai berikut:
    a. Asas-asas formal, dengan perincian :
    1. Asas tujuan yang jelas;
    2. Asas perlunya pengaturan;
    3. Asas organ/lembaga yang tepat;
    4. Asas materi muatan yang tepat;
    5. Asas dapatnya dilaksanakan;
    6. Asas dapatnya dikenali
    b. Asas material
    1. Asas sesuai dengan cita hukum Indonesia dan norma fundamental Negara;
    2. Asas sesuai dengan hukum dasar negara;
    3. Asas sesuai dengan prinsip-prinsip Negara berdasar atas hukum;
    4. Asas sesuai dengan prinsip-prinsip pemerintahan berdasar konstitusi.
     B. Pengertian dan Konsep

    Utrecht (1985) dalam bukunya Pengantar Hukum Administrasi Negara mengatakan bahwa Hukum Administrasi Negara ialah "himpunan peraturan –peraturan tertentu yang menjadi sebab, maka negara berfungsi". Dengan kata lain Hukum Administrasi Negara merupakan sekumpulan peraturan yang memberi wewenang kepada administrasi negara untuk mengatur masyarakat. 

    Logemann memberikan pendapat bahwa, “Hukum Administrasi Negara adalah seperangkat dari norma-norma yang menguji hubungan Hukum Istimewa yang diadakan untuk memungkinkan para pejabat administrasi Negara melakukan tugas mereka yang khusus.”

    Prof. Djokosutono, S.H., bahwa hukum administrasi negara adalah "hukum yang mengatur hubungan hukum antara jabatan-jabatan dalam negara dan para warga masyarakat, maka dapat disimpulkan bahwa obyek hukum administrasi negara adalah pemegang jabatan dalam negara itu atau alat-alat perlengkapan negara dan warga masyarakat".

    De La Bascecoir Anan mengumakakn pendapat bahwa, “Hukum Administrasi Negara adalah himpunan peraturan-peraturan tertentu yang menjadi sebab Negara berfungsi atau bereaksi dan peraturan-peraturan itu mengatur hubungan-hubungan antara warga Negara dengan pemerintah".

    Prof. Dr. Prajudi Atmosudirjo, S.H. (1994), berpendirian bahwa " tidak ada perbedaan yuridis prinsipal antara Hukum Administrasi Negara dan Hukum Tata Negara". Perbedaannya menurut Prajudi hanyalah terletak pada titik berat dari pembahasannya. Dalam mempelajari Hukum Tata Negara kita membuka fokus terhadap konstitusi negara sebagai keseluruhan, sedangkan dalam membahas Hukum Administrasi Negara lebih menitikberatkan perhatian secara khas kepada administrasi negara saja.


    Selain itu, Hukum administrasi Negara secara umum harus memiliki kriteria-kriteria yang dikategorikan sebagai kriteria yang patut dan wajib. Diantaranya:
    1. Berorientasi kepada kesejahteraan masyarakat bukan kepada kekuasaan atau kewenangan semata sekaligus berorientasi kepada hasil (outcome) dan  bukan hanya kepada pemenuhan prosedur.
    2. Dibangun berdasar paradigma hukum yang mengabdi kepada kepentingan masyarakat dan bukan masyarakat yang harus mengabdi kepada hukum, dan dibangun berdasarkan kepercayaan  (based on trust) dan bukan kecurigaan (based on suspect)
    3. Membuka lebih besar pintu dan ruang partisipasi masyarakat yang mampu mendukung dinamika administrasi negara.
    4. Mampu memberikan rasa aman baik kepada masyarakat maupun administratur sebagai pertanggungjawaban administratur. 
    5. Pemahaman hukum sebagai satu kesatuan nilai kemanfatan (utility) dan bukan sekadar norma positif (legality)
    C. Sejarah

    Konsep negara kesejahteraan menjadi landasan kedudukan dan fungsi pemerintah dalam negara-negara modern. Negara kesejateraan merupakan antitesis dari konsep negara hukum formal (klasik), yang didasari oleh pemikiran untuk melakukan pengawasan yang ketat terhadap penyelenggaraan kekuasaan negara, khususnya eksekutif, yang pada masa monarki absolut telah terbukti banyak melakukan penyalahgunaan kekuasaan.

    Pada zamannya, paham negara hukum formal/klasik sebenarnya juga merupakan suatu antitesis terhadap absolutisme kekuasaan yang antara lain terjadi di Prancis oleh rezim monarki absolut raja Louis XIV dan di Inggris oleh kekuasaan raja Charles II, yang bersifat menindas rakyat dan penuh penyalahgunaan kekuasaan. Disebabkan oleh keinginan untuk melakukan pengawasan yang ketat terhadap pemerintah yang dibentuk pasca revolusi Prancis, maka perlu dilakukan pemisahan kekuasaan secara tegas, agar terbentuk adanya check and balances dalam penyelenggaraan pemerintahan.

    John Locke -- sumber : wikipedia
    John Locke (1632-1704) dalam karya ilmiahnya Two Treatises on Civil Government (1690) antara lain menyatakan perlunya adanya pembagian kekuasaan atas pembentuk undang-undang (legislatif), kekuasaan pelaksana undang-undang, dan kekuasaan federatif. John Locke merupakan orang yang pertama kali memikirkan perlunya dilakukan pemisahan kekuasaan dalam sistem penyelenggaraan kekuasaan negara. Menurut Locke, tahap terbentuknya negara mengikuti 2 (dua) tahap:
    1. Tahap diadakannya pactum, unionis, yaitu perjanjian  antar individu untuk membentuk body politic, yaitu negara. Hal itu diperlukan supaya kebebasan dan hak asasi manusia yang satu jangan sampai melanggar kebebasan dan hak asasi manusia lainnya, maka mereka bersepakat untuk mengakhiri suatu keadaan alami tersebut dengan membentuk suatu organisasi body politic atau negara.
    2. Tahap pactum subyektionis, yaitu para individu menyerahkan hak dan kebebasannya kepada body politic, dengan tetap memegang hak-hak asasinya untuk melakukan pengawasan terhadap body politic tersebut supaya tidak melakukan penyalahgunaan wewenang
    Locke menghubungkan bentuk negara dengan kekuasaan membentuk undang-undang (legislatif). Kekuasaan membentuk undang-undang ini merupakan kekuasaan tertinggi (supreme power). Apabila kekuasaan pembentuk undang-undang berada pada masyarakat (community), maka bentuk negaranya adalah demokrasi, apabila pada beberapa orang terpilih, maka bentuk negaranya adalah monraki. Locke cenderung menyerahkan kekuasaan pembentuk undang-undang tersebut kepada suatu dewan atau majelis.

    Selanjutnya, Montesquieu dalam bukunya (l’esprit des Louis -1748) yang terlihat banyak mendapat pengaruh dari pemikiran Locke, mengatakan bahwa pembagian kekuasaan negara perlu dilakukan atas 3 macam, yaitu;

    1. Kekuasaan legislatif, yang membentuk undang-undang;
    2. Keuasaan yudikatif, yang menjatuhkan hukuman atas kejahatan dan memberikan putusan apabila terjadi peristiwa perselihan antar warga;
    3. Kekuasaan eksekutif, yang melaksanakan undang-undang, memaklumkan perang, mengadakan perdamaian dengan negara lain, menjaga tata tertib, menindas pemberontakan, dan sebagainya.

    Pemisahan kekuasaan tersebut diperlukan untuk menjamin terlindunginya hak asasi warga negara dan mencegah terulangnya kembali kekuasaan absolut. Berdasarkan pemikiran-pemikiran awal mengenai pembagian kekuasaan negara tersebut berkembanglah pemikiran mengenai negara hukum.

    FJ.Stahl--sumber : wikipedia
    Secara garis besar, negara hukum versi eropa dan versi Anglo Saxon. Negara hukum formal klasik versi eropa diperkenalkan oleh FJ.Stahl dalam bukunya  Philosophie des Recht (1878), yang dipengaruhi oleh pemikiran liberal dari Rosseau. Unsur-unsur utama negara hukum formal/klasik meliputi:

    1. Pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia;
    2. Penyelenggaraan negara harus didasarkan atas teori trias politica supaya menjamin terlindunginya hak-hak asasi manusia tersebut;
    3. Penyelenggaraan pemerintahan didasarkan atas undang-undang (wetmatig bestuur).
    Apabila dalam pelaksanaan kewenangannya pemerintah melanggar hak-hak asasi warga negara, maka harus ada pengadilan administrasi yang menyelesaikannya.

    Pada negara-negara yang bercorak Anglo Saxon, konsep negara hukumnya dipengaruhi oleh the rule of law yang diperkenalkan oleh AV.Dicey, yang meliputi 3 unsur, yaitu:
    1. Supremasi dari hukum, artinya bahwa yang mempunyai kekuasaan tertinggi di dalam negara adalah hukum (kedaulatan);
    2. Persamaan kedudukan hukum bagi setiap orang;
    3. Konstitusi itu tidak merupakan sumber dari hak-hak asasi manusia, dan jika hak-hak asasi manusia itu diletakkan dalam konstitusi itu hanya sebagai penegasan bahwa hak asasi itu harus dilindungi. (kusnardi,dkk,1983:161)

    Konsep anglo saxon hingga saat ini menjadi dasar adanya hukum administrasi negara. Di mulai dari konsep tentang Negara kesejahteraan, hingga konsep hukum tata negara.

    Di abad ke-19 konsep hukum administrasi setelah perang dunia ke-2 mulai berkembang seiring dengan adanya berbagai tuntutan keadaan sosial masyarakat di saat itu. 

    Sedangkan di Indonesia sendiri, perkembangan hukum administrasi negara di mulai sejak terbentuknya BPUPKI di Indonesia yang berisi tentang dasar negara dan peraturan perundangan yang berlaku hingga saat ini. 

    Sekian.





      Thursday, August 14, 2014

      sejarah perkembangan kebijakan publik : studi dan analisis kepatutan

      Sejarah perkembangan kebijakan publik di dunia
       
      Sejarah perkembangan kebijakan publik. Judul ini sengaja saya suguhkan sebagai argumen tambahan yang tujuannya adalah untuk mengetahui bahwa kebijakan publik itu telah ada, dan diterapkan secara sistematis dalam bentuk peraturan sejak zaman dahulu. Dalam ulasan kali ini, rasanya saya tidak perlu menyajikan ulang tentang apa itu kebijakan publik, ruang lingkupnya, masalah-masalahnya, dan sebagainya. Karena untuk hal itu telah saya tulis dalam artikel tersendiri di halaman yang lain di dalam blog ini.


      Hammurabi Code -- sumber : wikipedia
      Kebijakan publik sebenarnya sudah ada sejak abad 18 SM. Namun ketika itu hanya dianggap sebagai kode, bukan Undang-undang yang sistematis seperti saat ini, atau peraturan-peraturan.Tapi kode-kodenya mengandung makna aturan-aturan yang disebut dengan  kode HAMMURABI. HAMMURABI sendiri berada di kota Mesopotamia Irak selatan. Kode ini ditulis oleh penguasa Babilonia pada abad 18 SM yang berisi tentang pengaturan ketertiban publik, tentang persyaratan sosial ekonomi untuk suatu pemukiman daerah urban, mengatur tentang hak milik, perdagangan, hubungan keluarga, perkawinan, kesehatan, masalah kriminal, dsb.

      Sekitar tahun 500-an sebelum masehi dalam sejarah peradaban Barat, zaman Yunani Kuno dianggap sebagai babak awal terhadap kajian-kajian tentang negara. Sebab pada zaman Yunani Kuno pada tahun 500-an SM itulah mulai muncul pemikiran-pemikiran tentang negara oleh para filofof seperti Plato dan Aristoteles. Namun setelah runtuhnya peradaban Yunani dan Romawi, dunia Barat memasuki abad kegelapan (dark ages) sekitar abad ke 5, dimana pemikiran tentang negara didominasi oleh gagasan Kristiani

      Kautilya sumber greatthoughtstreasury.com
      Sementara di dunia Timur tepatnya di India, dalam arthasastra yang ditulis kira-kira 321-300 SM oleh Kautilya, Perdana Menteri kerajaan Chandragupta Maurya juga telah mengemukakan pemikirannya tentang negara. Dalam bukunya itu, ia membentangkan teori tentang “ikan besar memakan ikan kecil” (fish law). Menurut penulis, teori yang dikemukakan Kautilya ini dapat mewakili pemikiran Hindu tentang negara. Berdasarkan teori yang dikemukakan Kautilya, dapat dipahami bahwa alasan adanya negara adalah untuk melindungi kelompok yang lemah dari ancaman kelompok yang lebih kuat. Negara diperlukan untuk mencegah terjadinya hukum rimba, dimana kelompok yang kuat menindas kelompok yang lemah. Dalam konteks ini pemikiran Hindu tentang negara bersifat “struktur-fungsional”. Artinya, eksistensi negara harus mampu memberikan perlindungan atas seluruh kehidupan sosial (ekonomi, politik, budaya dll) warga negaranya, terlepas dari latar belakang masyarakat yang ikut bergabung ke dalam negara tersebut.

      Hampir 1000 tahun berlalu dari masa kegelapan di Yunani, ilmu pengetahuan berkembang pesat di eropa sekitar abad 15 M. Para ilmuwan menemukan berbagai karya yang sangat-sangat bermanfaat bagi manusia hingga saat ini, seperti lampu yang di klaim ditemukan oleh Thomas alfa edison, teleskop di klaim ditemukan oleh Hans Lippershey Tahun 1608 namun belum ada hak paten, atau Galileo di tahun berikutnya yakni tahun 1609 Masehi dengan fungsi teleskop astronomis yang kita kenal saat ini, dan lain sebagainya.Banyaknya penemuan-penemuan itu membuat mereka membutuhkan sebuah regulasi (aturan) di setiap sektor bidang keilmuan mereka masing-masing. Gunanya untuk mengatur hak privasi dan hak cipta mereka.


      Harold D Laswell sumber: greatthoughtstreasury.com
      Pada abad ke-19 kontroversi seputar kebijakan publik semakin marak. Hal ini didasari atas pertanyaan apakah  Kebijakan publik sebagai bidang kajian dan dianggap sebagai ilmu pengetahuan. Kontroversi ini dianggap wajar, mengingat ketika itu studi tentang hal-hal yang beraroma pemerintahan, peraturan-peraturan,  sudah ada dalam ilmu sosial dan ilmu politik. Jadi pengertian kebijakan publik pun di masa itu belum dapat didefinisikan. Bahkan di abad ke-19 belum dikenal adanya istilah Policy Science (ilmu tentang kebijakan). Istilah Policy Science sendiri sebenarnya diperkenalkan oleh Harold D. Laswell. Sebagai catatan Harold D. Laswell bersama Myres S.McDougal merupakan ilmuwan politik yang dianggap sebagai pencetus teori-teori dalam studi komunikasi. Harold yang dilahirkan pada 13 Februari 1902 dan Wafat 18 Desember 1978 merupakan pengembang teori-teori ilmu sosial modern.
      Sejarah Perkembangan kebijakan Publik di Indonesia
       
      Lalu bagaimana lahirnya kebijakan publik di Indonesia?  Asumsi umum adanya kerajaan-kerajaan kuno di Indonesia sejak tahun 400-an merupakan bukti adanya kebijakan publik. Walaupun secara kontekstual belum tertulis dalam sejarah secara riil. Akan tetapi dalam sejarah yang umum ditemukan sejarah bahwa Mpu Tantular, Mpu Prapanca, adalah para pemikir yang kemudian menjadi penasehat raja di Majapahit sekitar abad ke 13 M. Hingga abad ke -18 hukum-hukum perdata karya Belanda menjadi konsumsi pendidikan pemuda Indonesia sebagai cikal-bakal ilmu kebijakan publik. Hingga saat ini. 


      Ilmuwan politik/ pemerintahan pada awalnya sedikit sekali yang tertarik untuk mengkaji kebijakan publik. Penyebabnya antara lain:

      1. Mereka menganggap bahwa telaah atau kajian kebijakan publik termasuk bidang ilmu administrasi, bukan ilmu politik / pemerintahan, mereka khawatir terjebak kepada analisis struktur dan teknis seperti banyak terjadi dalam ilmu administrasi publik. 
      2. Kurangnya informasi bahwa telaah mengenai kebijakan publik bisa menyajikan analisa dinamika sosial, ekonomi dan politik yang merupakan tuntutan politik.

      Tapi akhir-akhir ini ilmuwan politik semakin menaruh minat yang besar terhadap studi kebijakan publik. Hal ini disebabkan oleh revolusi teknologi dan komunikasi dan globalisasi sehingga terjadi gelombang demokratisasi yang menjalar terus ke berbagai negara termasuk indonesia. Kondisi ini mendorong terlibatnya aktor aktor baru dalam perumusan kebijakan publik. Kebijakan publik tidak lagi didominasi oleh segelintir elit politik yang tidak dapat di kritik, namun kini telah melibatkan semakin banyak warga negara dan kelompok-kelompok kepentingan. Dengan demikian pemerintah dihadapkan pada tuntutan-tuntutan yang semakin beragam. Globalisasi informasi telah melahirkan budaya kritis masyarakat sehingga pemerintah harus semakin responsif dan akomodatif.

      Dalam kasus di Indonesia, sejak jatuhnya rezim orde baru, proses politik dipengaruhi oleh pasang surutnya wacana demokrasi dan reformasi. Kebijakan-kebijakan publik masa lalu digugat, sementara kebijakan-kebijakan baru disusun untuk memecahkan persoalan-persoalan yang kini dihadapi oleh masyarakat Indonesia. Beberapa kebijakan pemerintah tersebut mendapatkan dukungan, namun tidak sedikit yang justru mendorong terjadinya resistensi dikalangan pejabat, kelompok-kelompok dalam masyarakat dan menimbulkan kontroversi. Kebijakan publik dalam hal restrukturisasi perbankan, perpajakan, menjadi salah satu contohnya.

      Studi kebijakan publik di Indonesia menjadi semakin penting dan menarik jika dikaitkan dengan wacana otonomi daerah yang kini tengah dijalankan. Pelaksanaan otonomi daerah tersebut diharapkan akan memberikan kesejahteraan kepada sebagian besar rakyat, namun dibalik harapan tersebut justru ada perasaan ke khawatiran. Otonomi daerah dikhawatirkan akan melahirkan “raja-raja kecil” di daerah yang tidak memperhatikan kesejahteraan rakyat.

      Dengan asumsi demikian, maka studi kebijakan publik dengan alasan profesional menjadi semakin dibutuhkan. Oleh karena itu, studi-studi kebijakan publik di indonesia diharapkan dapat memberikan rekomendasi bagi perbaikan kebijakan publik yang akan datang.

      Dalam analisa kebijakan publik dari sudut pandang politik  yang dipermasalahkan adalah antara lain “Bagaimana dampak suatu kebijakan publik terhadap kehidupan sosial politik masyarakat?” misalnya penurunan produksi beras bukan hanya karena telah kurang baiknya sistem penyaluran pupuk, irigasi, dan pestisida, tapi yang terpenting adalah karena tidak adanya komitmen pemerintah untuk menaikkan produksi beras.

      Jadi kebijakan publik itu harus dianggap sebagai dinamikanya politik atau pemerintahan.

      Untuk artikel selanjutnya, InsyaAllah saya akan bahas mengenai evolusi kebijakan publik sesuai dengan perkembangan jaman, kondisi sosial, dan sejarah ahli yang mengemukakannya.



      teori kebijakan publik menurut para ahli kebijakan publik

      A. Pendahuluan

      Sebelumnya saya pernah mengulas definisi kebijakan publik, dan rasanya saya ingin melengkapinya tanpa memperbaharui artikelnya. Bukannya saya bermasalah dengan editannya, tapi saya ingin agar artikel tersebut tetap hidup dalam kenangan blog saya yang hampir 2 tahun tidak terurus karena berbagai kesibukan politik receh, heheh.

      Jika kita hendak mengupas tuntas masalah kebijakan publik sampai ke akar-akarnya, mungkin akan sulit jika kita tidak menggeluti dunia politik dan lingkungannya. Walaupun sekedar teori sebenarnya sangat membantu untuk sekedar paham apa dan seperti apa kebijakan publik tersebut.
      Di postingan kali ini saya akan mencoba mengulas istilah-istilah yang seringkali dikaitkan dengan istilah kebijakan publik. Saya mengutip satu paper susunan dosen Prof.Dr. Utang Suwaryo. Terimakasih kepada Beliau, semoga ilmunya bermanfaat. Dalam kutipan ini dijelaskan istilah-istilah kebijakan dalam pengertian modern.

      B. Istilah Kebijakan Publik

      Hogwood dan Gun (dalam Parson:2005:15) menyebutkan ada 10 penggunaan istilah kebijakan dalam pengertian modern:
      1. Sebagai label untuk sebuah bidang aktivitas
      2. Sebagai ekspresi untuk tujuan umum atau aktivitas negara yang diharapkan
      3. Sebagai keputusan pemerintah
      4. Sebagai otorisasi formal
      5. Sebagai sebuah program
      6. Sebagai output
      7. Sebagai outcome
      8. Sebagai teori atau model
      9. Sebagai sebuah proses
      Nah, 10 istilah inilah yang seringkali dipergunakan oleh para ahli kebijakan saat ini untuk menyusun dan menggambarkan definisi atau pengertian kebijakan publik. Dari 10 istilah tersebut kata "keputusan pemerintah" pada poin nomor 4 menjadi kata terlaris untuk susunan sebuah definisi kebijakan publik.Selanjutnya ada kata " sebagai sebuah proses" Tentu sobat semua bisa melanjutkannya kan? heheh
      Memang menyusun definisi tidaklah mudah. Harus memenuhi beberapa kriteria, diantaranya "tidak boleh terlalu umum, tidak boleh terlalu khusus, atau tidak boleh menggunakan kata yang sulit dipahami". Dalam definisi kebijakan publik yang umum saat ini, dan bertebaran di dunia nyata maupun dunia nyata, biasanya definisinya memiliki 5 unsur yang memang layak dan sesuai dengan kondisi real nya saat ini.
      Kebijakan itu memiliki 5 unsur ;
        1. Tujuan 2. Rencana 3. Program 4. Keputusan 5. Efek atau dampak
      Inilah 5 unsurnya. Artinya kebijakan itu harus mengandung tujuan, rencana, program, agar tercapai keputusan yang baik secara mayoritas sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Lalu bagaimana jika keputusan tersebut nantinya justru berdampak buruk bagi masyarakat? Nah disinilah nantinya peran para analis kebijakan. Insya Allah lain waktu akan saya bahas juga mengenai analisis kebijakan publik. 
      Untuk saat ini kita kembali ke topik semula, yakni apa pengertian kebijakan publik.
      C. Definisi menurut para ahli
      Menurut Harold D Laswell dan Abraham Kaplan, memberi arti kebijakan sebagai “ a project program of goals, values and practise” (suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktek-praktek yang terarah). Definisi ini lebih menekankan kepada hasil tanpa menjelaskan aktor kebijakan yang membuat keputusan. Namun aspek manajerialnya ada, hal ini mengacu kepada kalimat " praktek-praktek yang terarah".
      James E Anderson mengemukakan bahwa kebijakan adalah “ a purposive course of action followed by an actor or set of actors in dealing with a problem or matter of concern” ( serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang di ikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu). Definisi ini menjelaskan aktor kebijakan, yng digambarkan sebagai kelompok yang memiliki otoritas untuk membuat kebijakan. Di Negara Indonesia, lembaga legislatif adalah aktor yang paling awal untuk menyusun draft kebijakan-kebijakan yang akan dijadikan undang-undang dan peraturan.

      Amara Raksasataya mengemukakan kebijakan sebagai suatu taktik dan strategi yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan ( tjokroamidjojo,1976)

      Thomas R dye mendefinisikan kebijakan sebagai “ is whatever government choose to do or not to do” ( apapaun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan) Definisi ini dikenal sebagai definisi klasik. Teorinya identik dengan apa yang disebut sebagai administrasi negara, bukan administrasi publik. Saya berasumsi bahwa teori ini mempercayakan kepada pemerintah secara mutlak untuk menyusun draft kebijakan. Hanya pemerintah saja. Sementara masyarakat, stakholder cenderung hanya sebagai formalitas untuk hadir. Beda halnya dengan era adminstrasi publik zaman sekarang yang diikuti dan di awasi oleh masyarakat penyusunannya.

      David Easton memberikan arti kebijakan publik sebagai “ the authoritative allocation of values for the whole society” (pengalokasian nilai-nilai secara paksa/ sah kepada seluruh anggota masyarakat. Teori ini sama halnya dengan teori Thomas R dye dari segi hak mutlak pemerintah.   

      D. Agenda Kebijakan Publik

      Oleh karena masalah publik yang telah diidentifikasi begitu banyak jumlahnya, maka para pembuat keputusan akan memilih dan menentukan problem mana yang seharusnya memperoleh prioritas utama untuk diperhatikan secara serius dan aktif, sehingga biasanya agenda pemerintah ini mempunyai sifat yang khas, lebih kongkrit  dan terbatas jumlahnya.
      Dalam hal ini, Lester dan Steward dalam Winarno (2002 : 60) menyatakan bahwa suatu isu akan mendapat perhatian bila memenuhi beberapa kriteria yakni : 
      1. Bila suatu isu telah melampaui proporsi suatu krisis dan tidak dapat terlalu lama didiamkan.
      2. Mempunyai sifat partikularitas, di mana isu tersebut menunjukkan dan mendramatisir isu yang lebih besar.
      3. Mempunyai aspek emosional dan mendapat perhatian media massa karena faktor human interest.
      4. Mendorong munculnya pertanyaan menyangkut kekuasaan dan legitimasi dari masyarakat.

      Sedangkan Abidin (2004:107) menjelaskan bahwa “masalah publik dapat dibagi ke dalam masalah strategis dan masalah yang tidak strategis (taktis)”. Masalah strategis adalah masalah yang antara lain memenuhi keempat syarat-syarat sebagai berikut :
      1. Luas cakupannya. Artinya, wawasan cakupannya tidak hanya meliputi satu sektor atau satu wilayah saja, tetapi meliputi beberapa sektor/wilayah.
      2. Jangka waktunya panjang. Pengertian ini erat hubungannya dengan tujuan dari perencanaan jangka panjang. Hal ini bisa ditafsirkan bahwa penyelesaian masalah memerlukan waktu yang panjang dan dampak yang ditimbulkan bisa jadi mempunyai akibat yang jauh ke depan.
      3. Mempunyai keterkaitan yang luas. Substansi permasalahan dan cara-cara penyelesaiannya menyangkut banyak pihak dalam masyarakat 
      4. Mengandung resiko dan kemungkinan keuntungan yang besar. Rugi yang ditimbulkan atau hasil yang mungkin diperoleh akibat dari penanganan masalah tersebut cukup besar baik dalam nilai.
        Banyaknya teori-teori seputar definisi kebijakan publik, maka yang paling mendekati kondisi real saat ini adalah teori nomor 2 berdasarkan asumsi lebih  dekat dengan teori administrasi publik modern. Mungkin sobat sekalian punya pendapat lain, monggo komentarnya ditunggu. 

        Artikel lainnya : faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan publik 

        Popular Posts